JAKARTA, KOMPAS.com -Pelajaran Kimia untuk tingkat Sekolah Menengah Atas selalu diidentikkan dengan percobaan di laboratorium kimia, dan berkutat dengan proses pencampuran berbagai zat untuk melihat hasil reaksinya. Tetapi, sebuah sekolah di Kalimantan Tengah mencoba terobosan baru. Apa terobosannya?
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, tidak lagi membutuhkan laboratorium untuk praktik mata pelajaran kimia. Para siswanya sudah menggunakan perangkat lunak untuk praktik secara visual. Dengan terobosan ini, sang guru Kimia, Urip, akhirnya mendapatkan penghargaan dari Acer Guraru (Guru Era Baru), sebuah penghargaan untuk para guru yang memanfaatkan teknologi untuk menunjang dunia pendidikan. Urip adalah pemenang satu-satunya Guraru tahun 2010 lalu.
"Kebetulan saya mengambil kuliah S2 di UGM jurusan Komputasi Kimia. Jadi ilmu itu langsung saya terapkan di sekolah ini," kata Urip, saat ditemui Kompas.com, disela event On Off, di Rasuna Epicentrum Walk, Jakarta Selatan, Sabtu (3/11/2011).
Urip menggunakan perangkat lunak gratis seperti ACDLabs kepada para siswanya sebagai virtualisasi zat-zat kimia yang sedang dipelajari. Adapun, untuk komputasi kimia, Urip menggunakan perangkat lunak Hyperchem dan Ganssian.
"Perangkat lunak kimia di sekolah lain di Ibukota berguna untuk mengurangi limbah yang diakibatkan praktik di laboratorium kimia. Kalau di sekolah kami malah karena terpaksa," ujarnya sembari tertawa.
Ia mengaku, perangkat lunak kimia ini memang membantu, namun tetap tak bisa menggantikan fungsi laboratorium asli.
"Kalau di laboratorium, siswa bisa betul-betul melihat jika zat ini bertemu zat ini, reaksinya bagaimana. Kadang reaksinya berbeda untuk setiap siswa. Sedangkan jika menggunakan perangkat lunak, hasilnya akan sama saja. Mereka hanya bertemu zat visual sehingga hasilnya sudah di setting sedemikian rupa dan seragam," paparnya.
Namun, lanjut Urip, dia akan tetap menggunakan perangkat lunak tersebut dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa lebih mudah mengerti pemanfaatan teknologi.
Urip, yang juga seorang blogger aktif ini mengaku, turut memanfaatkan blognya sebagai referensi bacaan siswa yang ingin mengetahui lebih jauh tentang pelajaran Kimia. Ia sering membagikanI tulisannya yang relevan dengan kurikulum yang berlaku. Para siswa juga didorong untuk aktif nge-blog.
"Kalau untuk anak SMA, saya sarankan untuk menulis yang ngelantur saja. Maksud saya, biarkan mereka menuliskan keseharian mereka secara mengalir apa adanya. Kalau sudah terbiasa menulis, kemampuan menulis mereka akan berkembang dengan sendirinya," kata Urip, yang pernah tercatat sebagai anggota di Kompasiana.
Pengalaman-pengalaman memanfaatkan perangkat lunak untuk mengajar dan pengalaman nge-blog inilah yang menjadi alasan Urip terpilih menjadi pemenang. Tahun lalu, saat mendaftarkan diri ia mengaku hanya iseng. Ternyata, keiisengannya berbuah manis. Urip dipilih Acer sebagai pemenang Guraru dan mendapat kesempatan membagikan pengalamannya ke seluruh pelosok Indonesia.
"Saya sangat berterima kasih karena Acer sudah membantu saya banyak sekali. Selama satu tahun ini saya bisa keliling Indonesia mengajarkan para guru nge-blog dan memanfaatkan teknologi informasi untuk mengajar. Saya jadi pembicara seminar. Rasanya aneh, tapi saya berharap bisa berguna bagi para guru," ujar Urip.
Ia berharap, para guru di Indonesia bisa mulai mengakrabi blog, sebagai salah salah satu sarana untuk membantu siswa belajar di luar sekolah.
"Kalau pesan untuk para blogger, jalinlah komunikasi dengan blogger lainnya. Bergabung di komunitas blogger bisa membantu kita lebih mengenal dunia, bukan diri kita sendiri saja," katanya.
• KOMPAS
No comments:
Post a Comment