TEMPO.CO - Badak Jawa, salah satu makhluk terlangka yang terancam punah, terpantau masih ada yang hidup di habitat tunggalnya di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Berdasarkan pengamatan terbaru tahun ini jumlah populasinya diperkirakan sedikitnya ada 35 ekor. Tapi berapa persisnya, masih sulit dipastikan.
Data terbaru tentang jumlah populasi badak Jawa pada 2011 yang dilaporkan Balai Taman Nasional Ujung Kulon ke Kementerian Kehutanan baru-baru ini masih berupa perkiraan. Dari sedikitnya 35 ekor itu, telah diidentifikasi ada 13 ekor betina dan 22 ekor jantan. Berdasarkan perkiraan usia, anak badak berjumlah 5 ekor, 5 badak remaja, 18 ekor dewasa, dan 7 jantan lainnya masuk golongan tua.
Identifikasi itu berdasarkan hasil pengamatan 44 kamera video trap yang dipasang periodik, pada kurun Februari hingga Juni, lalu berlanjut Juli-Oktober 2011 di seluruh kawasan habitat badak yang luasnya 78 ribu hektare lebih. Walaupun memakai metode baru, hasilnya belum sesuai dengan harapan.
Menurut catatan ahli yang menganalisis gambar kamera trap Yanto Santosa dan Dede Aulia Rahman dari Laboratorium Ekologi Satwaliar Institut Pertanian Bogor, metode kamera itu lebih akurat dibanding pengamatan jejak tapak badak tiap tahun oleh petugas sejak 1967. "engamatan jejak itu ada masalah kalau tanahnya lembap atau becek. Jadi tidak bisa diinvestigasi. Lalu kalau ada overlapping jejak, jejak di bawah semak tidak teramati," kata Yanto.
Namun karena penempatan kamera yang belum pas, daya tangkapnya masih rendah. Dari 13 ribu tangkapan video, gambar badak yang terekam hanya berkisar 5-7 persen. Sisanya berisi gambar satwa liar di hutan taman nasional seperti banteng, rusa, babi hutan, macan tutul, dan macan kumbang.
"Terbatasnya jumlah kamera juga jadi masalah," ujar Kepala Lab Ekologi IPB itu.
Tahun depan, studi badak Jawa dengan kamera trap akan kembali dilanjutkan. Menurut Yanto, perlu ada studi pendahuluan ke tempat-tempat yang sering dilalaui badak. "Kami duga badak ini hidupnya suka berpindah seperti orang utan, tidak hidup di wilayah tertentu saja karena hidupnya soliter," katanya.
Pemasangan chip pada badak Jawa untuk memudahkan penghitungan dan pergerakan badak Jawa, ujar Yanto, masih perlu waktu. Adapun menurut ahli habitat satwa liar dari IPB Endang Koestati Sri Harini Muntasib, kebijakan badak Jawa ini masih mengutamakan kealamian. Agar populasinya bertambah, habitat alami badak perlu dikembangkan. "Badak perlu air, pakan, tempat main, dan tempat kawin agar tetap hidup," katanya.(ANWAR SISWADI)
• TEMPO.CO
No comments:
Post a Comment