Showing posts with label Fauna. Show all posts
Showing posts with label Fauna. Show all posts

Thursday, January 12, 2012

Pelepasan Harimau oleh Sinar Mas Disikapi Dingin

Harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae). ANTARA/FB Anggoro

TEMPO.CO
, Riau
-
Aktivis lingkungan di Riau bersikap dingin atas keterlibatan PT Sinar Mas dalam pelepasan Harimau Sumatera. Direktur Wahana Lingkungan Hidup Riau, Hariansyah Usman, mengatakan, terdesaknya satwa langka itu disebabkan habisnya hutan Riau. "Perusahaan hutan dan perkebunan punya andil besar, “ kata Hariansyah, Kamis 12 Januari 2012.Sikap serupa ditunjukkan Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari) Muslim. Menurut dia, meski pihak swasta sudah menunjukkan kepedulian atas keberadan satwa langka, tapi nasib habitat Harimau juga harus menjadi fokus utama. “Yang paling utama, semua pihak tetap mampu mempertahankan hutan sebagai habitat satwa satwa itu,“ ujarnya.

Hari ini, Kementerian Kehutanan menandatangani kerjasama dengan Yayasan Perlindungan Harimau Sumatera (YPHS), Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau, dan APP Sinar Mas Group. Selain penandatangan, pemerintah juga melepas seekor harimau jantan ke kandang observasi. Pelepasliaran harimau ini merupakan bagian dari target penambahan populasi Harimau Sumatera hingga 3 persen pada 2014.

Direktur Jendral Perlindungan Hutan & Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Darori khawatir bila program penambahan populasi ini tidak dilakukan, harimau Sumatera akan punah sebelum 2020. “Langkah Sinar Mas ini hendaknya dijadikan momen awal untuk mengikutsertakan semua pihak, khsusunya sektor perusahaan swasta “ katanya.

Pihak APP menepis tudingan sejumlah LSM atas keiikutsertaan dalam program Harimau Sumatera ini, sebagai bagian dari pencitraan. Menurut Managing Direktor Corporate Affairs & Communication APP Hendra Gunawan, APP dan Sinar Mas akan tetap ikut dalam program penyelamatan satwa langka, termasuk Orang Utan dan Badak Jawa. “ Ini komitmen kami. Program ini akan terus kami giatkan,” ujar Hendra Gunawan.

Harimau Sumatera berusia 2 tahun, yang terjerat akibat konflik dengan manusia di Indragiri Hilir, awal Oktober tahun silam, akan dilepas ke dua kandang observasi. Kandang tersebut masing masing berukuran 6 x 6 meter dan terletak di kawasan PT Arara Abadi. Selama masa observasi, Harimau yang diberi nama Bima itu, akan ditangani oleh Tony Sumampau bersama Tim Dokter Harimau Taman Safari Indonesia dan YPHS.

“Harapannya Bima sudah dapat kita lepas ke alam bebas yang kawasannya kita tentukan nanti dalam beberapa bulan ke depan, “ ujar Ahli Konservasi YPHS, Bastoni (JUPERNALIS SAMOSIR)


TEMPO.CO

Katak Supermini dari Papua Nugini

katak kerdil dari pegunungan andes

TEMPO.CO, Jakarta - Dengan panjang rata-rata dari moncong hingga ekor 7,7 millimeter, katak dari Papua Nugini ini kini menjadi vertebrata terkecil yang pernah ditemukan. Sebenarnya penemuan ini terjadi pada 2009, namun baru sekarang diungkapkan dalam jurnal ilmiah.

Penemu katak mini ini adalah ahli herpetologi, Christopher Austin, dan mahasiswa pascasarjana, Eric Rittmeyer. "Kami belum tahu apa yang mereka makan dan bagaimana ekologi mereka," kata Austin, yang juga merupakan pembantu kurator herpetologi di Museum of Natural Science, Louisiana State University. "Barangkali mereka makan serangga yang sangat-sangat kecil, tungau misalnya."

Katak itu ditemukan secara tidak sengaja. Saat tengah meneliti di hutan tropis Papua Nugini tiga tahun lalu, pada suatu malam, Austin dan Rittmeyer tertarik pada sebuah suara melengking "tink-tink-tink".

Mulanya mereka menduga itu suara serangga. Masuk hutan, empat kali mereka berhasil menemukan lokasi sumber bunyi, tapi selalu gagal menemukan si empunya suara di antara dedaunan kering. Akhirnya, kelima kalinya, mereka meraup semua dedaunan kering itu dan memasukkannya ke plastik transparan. Di dalam tenda, perlahan keduanya memeriksa ratusan lembar daun tersebut satu per satu dan menemukan binatang kecil itu di salah satu daun.

Sebelumnya, pemegang rekor vertebrata terkecil adalah Paedocypris progenetica. Ikan yang hidup di daerah berawa pada kawasan gambut di Pulau Sumatera dan Bintan ini memiliki panjang rata-rata 7,9 milimeter.
LIVESCIENCE | PHILIPUS PARERA


TEMPO.CO

Thursday, January 5, 2012

Di Laut Sulawesi, Ada Ikan Bisa Meniru Rupa Gurita

TEMPO.CO , SAN FRANSICO -Lautan Indonesia kembali menyumbang pengetahuan baru bagi ilmu pengetahuan dunia. Dari perairan Selat Lembeh, Sulawesi Utara, peneliti menemukan keberadaan ikan yang meniru rupa gurita penyamar.

Godehard Kopp dari University of Gottingen, Jerman, melakukan penyelaman di perairan Sulawesi pada pertengahan tahun lalu. Selama penyelaman itu, ia mengamati sepasang makhluk air menyelam bersama. Kedua hewan air itu adalah gurita penyamar (Thaumoctopus mimicus) dan black-marble jawfish (Stalix cf. histrio).

Selama lima belas menit, kamera milik Kopp tak lepas dari perilaku aneh jawfish. Binatang ini terus mengikuti ke manapun gurita penyamar bergerak. Yang menarik perhatian adalah, ikan mungil tersebut mengubah warna tubuhnya sehingga serupa dengan warna tubuh gurita penyamar. Akibatnya, gurita yang biasanya menipu mangsa atau musuhnya dengan menyamarkan diri kini malah tertipu oleh penyamaran jawfish.

Video rekaman Kopp kemudian dikirimkan kepda Rich Ross dan Luiz Rocha dari California Academy of Sciences. Institusi yang mendalami jawfish ini menganggap perilaku penyamaran ini tak pernah ditemui sebelumnya.

Penyamaran sendiri bertujuan agar jawfish mendapatkan perlindungan dari gurita sambil berkelana mencari makanan. Peneliti juga melaporkan temuan ini kepada jurnal ilmiah Coral Reefs dan menyebut perilaku jawfish sebagai "peniruan oportunistik".

"Penyamaran ini sangat unik karena baru teramati pertama kali," ujar Luiz Rocha selaku asisten kurator ilmu ikan dari California Academy of Sciences.

Meski mengamati perilaku baru binatang, kecemasan segera meruap setelah penelitian. Sebab, kawasan Segitiga Karang Asia Tenggara yang menjadi habitat satwa ini mengalami mengalami kerusakan akibat kegiatan manusia. Akibatnya, banyak perilaku unik binatang dari kawasan ini musnah sebelum sempat dipelajari oleh manusia.
CALACADEMY | ANTON WILLIAM

Friday, December 30, 2011

Sulitnya Menghitung Badak Jawa

Pada foto yang dirilis oleh Taman Nasional Ujung Kulon, seekor badak Jawa jantan tertangkap kamera di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat. AP/Ujung Kulon National Park

TEMPO.CO
- Badak Jawa, salah satu makhluk terlangka yang terancam punah, terpantau masih ada yang hidup di habitat tunggalnya di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Berdasarkan pengamatan terbaru tahun ini jumlah populasinya diperkirakan sedikitnya ada 35 ekor. Tapi berapa persisnya, masih sulit dipastikan.

Data terbaru tentang jumlah populasi badak Jawa pada 2011 yang dilaporkan Balai Taman Nasional Ujung Kulon ke Kementerian Kehutanan baru-baru ini masih berupa perkiraan. Dari sedikitnya 35 ekor itu, telah diidentifikasi ada 13 ekor betina dan 22 ekor jantan. Berdasarkan perkiraan usia, anak badak berjumlah 5 ekor, 5 badak remaja, 18 ekor dewasa, dan 7 jantan lainnya masuk golongan tua.

Identifikasi itu berdasarkan hasil pengamatan 44 kamera video trap yang dipasang periodik, pada kurun Februari hingga Juni, lalu berlanjut Juli-Oktober 2011 di seluruh kawasan habitat badak yang luasnya 78 ribu hektare lebih. Walaupun memakai metode baru, hasilnya belum sesuai dengan harapan.

Menurut catatan ahli yang menganalisis gambar kamera trap Yanto Santosa dan Dede Aulia Rahman dari Laboratorium Ekologi Satwaliar Institut Pertanian Bogor, metode kamera itu lebih akurat dibanding pengamatan jejak tapak badak tiap tahun oleh petugas sejak 1967. "engamatan jejak itu ada masalah kalau tanahnya lembap atau becek. Jadi tidak bisa diinvestigasi. Lalu kalau ada overlapping jejak, jejak di bawah semak tidak teramati," kata Yanto.

Namun karena penempatan kamera yang belum pas, daya tangkapnya masih rendah. Dari 13 ribu tangkapan video, gambar badak yang terekam hanya berkisar 5-7 persen. Sisanya berisi gambar satwa liar di hutan taman nasional seperti banteng, rusa, babi hutan, macan tutul, dan macan kumbang.

"Terbatasnya jumlah kamera juga jadi masalah," ujar Kepala Lab Ekologi IPB itu.

Tahun depan, studi badak Jawa dengan kamera trap akan kembali dilanjutkan. Menurut Yanto, perlu ada studi pendahuluan ke tempat-tempat yang sering dilalaui badak. "Kami duga badak ini hidupnya suka berpindah seperti orang utan, tidak hidup di wilayah tertentu saja karena hidupnya soliter," katanya.

Pemasangan chip pada badak Jawa untuk memudahkan penghitungan dan pergerakan badak Jawa, ujar Yanto, masih perlu waktu. Adapun menurut ahli habitat satwa liar dari IPB Endang Koestati Sri Harini Muntasib, kebijakan badak Jawa ini masih mengutamakan kealamian. Agar populasinya bertambah, habitat alami badak perlu dikembangkan. "Badak perlu air, pakan, tempat main, dan tempat kawin agar tetap hidup," katanya.(ANWAR SISWADI)



TEMPO.CO

Tuesday, November 22, 2011

Enam Orangutan Dilepasliarkan di Seruyan

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan melepasliarkan enam ekor orangutan di hutan produksi Seruyan, kecamatan Hanau, kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, Senin, 21 November 2011.

Orangutan itu merupakan tahap pertama dari program pelepasliaran 40 ekor orangutan dewasa, yang diberi nama Friends of Orangutan.

"Orangutan menjadi simbol kita untuk memperkuat konservasi, karena untuk konservasi orangutan butuh hutan yang bagus, orangutan punya habitat sendiri," kata Zulkifli Lubis, yang datang disertai sejumlah blogger pecinta lingkungan.

Zulkifli menyatakan, konsep pengelolaan terbaik bagi orangutan adalah di kawasan konservasi. "Kalau dirambah habitatnya, orangutan bisa terganggu," ujarnya.

Program pelepasliaran ini merupakan kerjasama antara Kementerian Kehutanan, PT SMART Tbk (SMART), dan APP dari Sinar Mas, dengan Orangutan Foundation International (OFI).

Program konservasi selama dua tahun ini bertujuan untuk melindungi orangutan, kera besar satu-satunya di Asia, yang saat ini terancam punah akibat perburuan dan perusakan habitat.
Managing Director Sinar Mas, Gandi Sulistiyanto, menegaskan tak ada orangutan yang dibunuh di kebun kelapa sawit milik perusahaannya.

"Kami telah bekerjasama dengan OFI untuk mendukung pelestarian orangutan dan menyumbangkan Rp 6,6 miliar untuk program Friends of Orangutan,” katanya.
Edi Saputra Suradja, vice president director PT Smart mengaku tidak bertemu orangutan saat membuka lahan kelapa sawit di Kalimantan Tengah.

"Tidak ada konflik dengan orangutan karena lahannya waktu itu sudah lebih rusak daripada hutan eks HPH yang digunakan untuk pelepasliaran sekarang ini," katanya.
“Orangutan juga tidak mengganggu kebun sawit karena hanya menyukai umbut (tunas muda sawit) bukan buahnya,” ucap Edi.

Enam ekor orangutan yang dilepasliarkan berjenis kelamin jantan, yaitu Benson, Ujang, Gendut, Paiton, Bangau dan Samsu.

Mereka telah menjalani proses rehabilitasi di Orangutan Care Centre and Quarantine, OFI di Pangkalan Bun selama beberapa tahun.

Sebagian besar orangutan berada di OFI merupakan hasil sitaan BKSDA, namun ada juga yang diserahkan oleh masyarakat.

"Kami sengaja melepas orangutan jantan, selain sudah waktunya dilepas juga untuk mengetahui daya jelajah mereka karena orangutan jantan pengembara bisa menjelajah jauh," kata Renie Djojoasmoro, perwakilan OFI Jakarta.

Mereka dilepasliarkan di hutan produksi yang letaknya bersebelahan dengan kebun kelapa sawit milik PT Wana Sawit Subur Lestari.

Lokasi hutan lahan gambut itu dipilih karena habitat utama orangutan adalah lahan gambut. Selain itu, letaknya dekat dengan Taman Nasional Tanjung Puting yang berada di sebelah timur hutan Seruyan.

Friends of Orangutan akan mendukung pelepasliaran 40 orangutan dewasa ke habitat asli mereka serta membantu menyediakan perawatan untuk kesejahteraan dari 330 orangutan di Pusat Perawatan OFI.(TJANDRA DEWI)



TEMPOInteraktif

Thursday, November 17, 2011

5 Spesies Kucing Hutan Terekam Kamera

Kucing liar berukuran besar ini hidup di belantara Sumatera. Jenis ini sudah langka.

Macan Dahan - Neofelis diardi (REUTERS/ WWF Indonesia/ PHKA/ Handout)


VIVAnews -
Lima jenis kucing liar yang hidup di belantara Sumatera terekam kamera. Kucing-kucing itu diduga telah menjadi penghuni Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling di Provinsi Riau sejak lama.

Empat dari lima jenis kucing ini dilindungi karena sudah sangat langka. Lima jenis kucing tersebut adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis diardi), kucing batu (Pardofelis marmorata), kucing emas (Catopuma temmincki), dan kucing congkok (Prionailurus bengalensis).

Keberadaan kucing liar ini diketahui saat melintas dan terekam kamera otomatis yang dipasang tim peneliti WWF-Indonesia di daerah yang dikenal sebagai koridor atau jalur perlintasan satwa. Atau jalur penghubung dua kawasan konservasi TN Bukit Tigapuluh dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling.

Namun sayang, saat ini daerah itu terancam oleh degradasi hutan akibat perambahan dan penebangan hutan alam dalam skala besar. Kehidupan kucing-kucing liar dan binatang langka lainnya menjadi semakin terancam.

Lihat foto-foto kucing liar langka itu di sini. (umi)



VIVAnews

Tuesday, October 25, 2011

Badak Jawa Dinyatakan Punah di Vietnam

Badak di Taman Nasional Cat Tien, Lam Dong, Vietnam. AP/WWF

TEMPO Interaktif
, Jakarta - Badak Jawa dinyatakan punah di Vietnam saat ini. WWF dan International Rhino Foundation mengatakan badak Jawa terakhir diduga dibunuh oleh para pemburu liar. Mereka mengincar cula binatang tersebut.

Sejak 2008 lalu, hanya satu badak saja yang tampak dan telah tercatat di Vietnam. Menurut para ahli, kurang dari 50 individu saat ini diperkirakan tetap berada di alam liar. "Ini menyakitkan. Kami menginvestasikan lebih dalam konservasi badak di Vietnam, tetapi kami gagal menyelamatkan hewan unik ini," kata Direktur WWF Vietnam, Tran Thi Hien Minh.

Para penulis melaporkan dalam Extinction of the Javan Rhino from Vietnam bahwa analisis genetik yang telah dilakukan pada contoh kotoran badak yang dikumpulkan tahun 2009 hingga 2010 di Taman Nasional Cat Tien menunjukkan ia hanya dimiliki oleh satu individu saja.

Setelah survei selesai, para konservasionis menemukan badak yang telah terbunuh dengan kaki tertembak dan cula yang telah terpotong. Mereka menduga badak tersebut menjadi incaran pemburu liar.

IUCN (Badan Internasional Konservasi Alam) telah menerbitkan sebuah laporan yang menyatakan populasi badak di Afrika sedang mengalami kondisi perburuan liar yang terburuk. Kebanyakan mereka mengambil culanya, kemudian diperdagangkan melalui jalur ilegal untuk permintaan pasar obat Asia.

Subspesies yang tersisa, yaitu R. sondaicus hanya ditemukan di Jawa, Indonesia. Ketua IUCN untuk spesialisasi badak di Asia, Bibhab Kumar Talukdar, mengatakan kematian badak Jawa di Vietnam adalah sebuah pukulan. "Kita harus belajar dari kejadian ini untuk memastikan agar nasib badak Jawa di Indonesia tidak akan seperti yang terjadi di Cat Tien untuk masa datang," ujarnya.

Menurut Talukdar, kunci keberhasilan mengkonservasi spesies tersebut tak lain adalah pengelolaan habitat yang tepat. "Mereka butuh hutan sekunder," katanya. Ia memperingatkan bahwa habitat di taman nasional di Jawa banyak yang terdegradasi oleh invasi kelapa. Maka, kontrol manajemen habitat bagi badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon menjadi sangat penting untuk masa depan binatang ini.

BBC | THE GUARDIAN | ISMI WAHID


TEMPOInteraktif