Showing posts with label UGM. Show all posts
Showing posts with label UGM. Show all posts

Saturday, January 14, 2012

UGM Ikuti Kompetisi Mobil Formula Dunia

Bimasakti UGM, Formula SAE Karya Mahasiswa UGM

YOGYAKARTA--MICOM: Mobil formula Bimasakti Universitas Gadjah Mada Yogyakarta akan mengikuti kompetisi "The 10th Student Formula SAE Competition of Japan" di Aino City, Shizuoka-ken, Jepang, pada 3-7 September 2012.

"Untuk menambah kemampuan mobil formula tersebut, kami telah melakukan berbagai modifikasi. Salah satunya adalah meningkatkan kapasitas mesin dari 322 cc menjadi 600 cc," kata Ketua Tim Bimasakti UGM, Akmal Irfan Majid di Yogyakarta, Jumat (13/1).

Menurut dia di sela acara serah terima bantuan mesin mobil dari PT Federal Karyatama untuk Tim Bimasakti, minimal kapasitas mesin itu bisa menyamai tim negara lain. Selain memperbarui mesin, kata dia, Tim Bimasakti yang beranggotakan 23 orang terdiri atas 12 orang tim inti, lima orang tim ahli, dan enam orang sebagai tim pendukung itu juga melakukan penambahan hasil rancangan dan penampilan kendaraan.

"Penambahan itu terutama untuk desain rangka, sistem kopling dan persneling. Ada modifikasi yang lebih baik karena kami belajar dari pengalaman ketika ikut kompetisi tersebut tahun lalu," kata Akmal.

Dekan Fakultas Teknik UGM Tumiran mengatakan mobil formula Bimasakti UGM yang ikut dalam kompetisi tersebut diharapkan dapat semakin menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam mendukung kemajuan dunia otomotif di masa depan.

Menurut dia, kompetisi itu bertujuan untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan ide-ide baru dalam penciptaan dan pengembangan mobil formula.

"Saya berharap dukungan dari pemangku kepentingan untuk mendorong semangat mahasiswa agar lebih siap berkompetisi di tingkat internasional. Dukungan itu bukan untuk mencerdaskan dosen, tetapi anak-anak bangsa untuk menumbuhkan semangat berkompetisi di negara maju," kata Tumiran. (Ant/OL-04)


MediaIndonesia

Thursday, January 12, 2012

UGM Kembangkan Teknologi Pengawetan Gudeg

YOGYAKARTA--MICOM: Universitas Gadjah Mada Yogyakarta akan mengembangkan teknologi pengawetan gudeg, makanan khas Yogyakarta berbahan baku nangka muda, agar lebih tahan lama.

"Salah satu cara mengawetkan gudeg adalah dengan teknologi pengalengan. Gudeg dikemas dalam kaleng sehingga lebih awet dan tahan lama," kata peneliti pangan dan gizi Universitas Gadjah Mada (UGM) Eni Harmayani di Yogyakarta, Selasa (10/1).

Menurut dia, Thailand saat ini telah mengembangkan nangka dalam kaleng yang bisa tahan sampai satu tahun, sehingga pengembangan gudeg dalam kemasan kaleng juga bisa dilakukan.

Rencananya, kata dia, para penjual gudeg di Yogyakarta akan diberikan pendampingan dan pelatihan tentang teknologi tersebut.

"Jenis nangka yang paling baik digunakan sebagai bahan baku untuk membuat gudeg adalah nangka yang kulitnya hijau, karena tekstur kompak dan tidak hancur saat direbus," kata Eni.

Rencananya UGM akan membuat tiga kelompok yang bertugas untuk membantu budi daya tanaman, teknologi pembuatan gudeg, serta pendampingan produksi dan pemasaran.

"Dalam hal ini perlu dipikirkan cara membuat gudeg yang bisa tahan lama dengan tidak mengurangi cita rasa dan produksi massal yang proses pemasarannya juga didukung," katanya. (Ant/OL-5)


MediaIndonesia

Wednesday, November 30, 2011

UGM: 96 Persen Bahan Baku Obat adalah Impor

Ini membuat harga obat di tanah air mahal. Padahal Indonesia bisa memproduksi obat sendiri

Ilustrasi obat-obatan

VIVAnews
– Koordinator Riset Bidang Kesehatan dan Obat UGM, Iwan Dwiprahasto, mengungkapkan bahwa 96 persen bahan baku obat di Indonesia masih diimpor dari negara lain. Menurutnya, hal ini menyebabkan pengembangan teknologi kedokteran maupun kesehatan di tanah air tergantung pada produk impor.

Padahal, tutur Iwan, ketergantungan impor bahan baku obat ini jelas-jelas merugikan Indonesia di masa depan. “Kalau kita impor terus, nanti akan mendapat masalah jika negara pengimpor memperketat kebijakan impor,” kata Iwan dalam konferensi pers di Kantor Pascasarjana UGM, Manggarai, Jakarta, Rabu 30 November 2011.

Ironisnya, ujar Iwan, Indonesia menyimpan potensi besar untuk mengembangkan bahan baku obat-obatan. Hanya saja, bahan baku obat dari produk dalam negeri belum dioptimalkan. Contohnya, jelas Iwan, Indonesia sebetulnya mampu memproduksi antibiotik. Namun, industri farmasi di Indonesia terus mengandalkan impor bahan baku obat.

“Sekarang, mau tidak industri farmasi kita beli bahan baku buatan sendiri?” tanya Iwan. “Industri perlu diyakinkan bahwa tidak ada kendala untuk produksi obat. Potensi kita luar biasa. Sayangnya kita terkungkung dalam impor,” sesal Iwan.

Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah perlu segera memulai kemandirian produk obat, dengan menggandeng kalangan akademisi maupun industri farmasi untuk mengembangkan produk dari bahan baku dalam negeri. Bila bahan baku tidak lagi diimpor, maka harga obat pun dapat ditekan.

Inisiatif Perguruan Tinggi

Dalam upaya meyakinkan kemandirian dalam bidang obat dan teknologi kesehatan itulah, UGM mempertemukan kalangan industri farmasi dengan hasil riset dari akademisi. Hasil riset yang dipresentasikan, diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat.

“Hasil riset ini kami sampaikan ke pemerintah dan industri, agar produk-produknya punya nilai pemanfaatan bagi masyarakat,” ujar Rektor UGM Sudjarwadi usai Forum Riset Industri di Gedung Pascasarjana UGM. Menurutnya, hasil riset tersebut selanjutnya akan diupayakan diproduksi massal, untuk mengganti produk sejenis dari luar negeri.

“Produk kita nanti bisa jadi substitusi produk dari luar,” kata Sudjarwadi. Ia menambahkan, saat ini Indonesia sesungguhnya sudah mampu membuat teknologi kesehatan seperti vaksin, alat bantu pendengaran, maupun biometrik.

Untuk mewujudkan kemandirian dalam bidang obat dan teknologi kesehatan, lanjut Sudjarwadi, pemerintah perlu menyusun aturan yang mampu memberikan jaminan bagi kalangan industri farmasi. “Aturan soal insentif, pajak, maupun perdagangannya,” kata dia.

UGM sendiri selaku perguruan tinggi yang fokus dalam hal kemandirian teknologi kesehatan dan obat, tutur Sudjarwadi, akan mengambangkan riset yang sudah ada untuk pemanfaatan teknologi kesehatan ke depan.

Forum Riset Industri yang digagas UGM ini mempertemukan industri farmasi seperti Kalbe Farma dan Kimia Farma, dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Perdagangan. Forum ini sudah berjalan selama tiga tahun. (eh)



VIVAnews

UGM Kembangkan Implan Tulang Dalam Negeri

“Implan impor itu disesuaikan dengan tulang orang Eropa yang tinggi."

Struktur tulang manusia (fallingpixel.com)

VIVAnews
- Ketersediaan alat bantu penyambung (implan) patah tulang di dalam negeri masih terbatas, sementara kebutuhan implan dalam negeri selama ini disuplai oleh produk luar negeri. Hal ini menyebabkan ketergantungan produk implan impor tergolong tinggi.

Di tengah ketergantungan implan impor tersebut, peneliti dari UGM menghasilkan riset bahwa implan dari luar negeri tidak sesuai dengan karakter tulang orang Indonesia.

“Implan impor itu disesuaikan dengan tulang orang Eropa yang tinggi,” ujar Salah satu peneliti Center for Innovation of Medical Equipments and Devices (CIMEDs), Suyitno, di sela Forum Riset Industri Indonesia di Auditorium Pasca-Sarjana UGM, Jakarta, Rabu, 30 November 2011.

Ia menyebutkan bahwa implan impor kurang sesuai dengan tulang orang Indonesia yang berkarakteristik pendek dan kecil. Untuk itu, ia bersama empat koleganya di CIMEDs membuat implan khusus yang disesuaikan dengan tulang orang Indonesia.

Dari hasil uji coba di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, implan tersebut berfungsi dengan baik. “Hasilnya 100 persen tidak ada masalah,” ujarnya. Implan buatan timnya mengadaptasi kontur tulang orang Indonesia.

Secara kualitas implan yang dikembangkan setara dengan yang impor, karena materi implan tersebut sudah menggunakan bahan Stainless Stell 316 L, Stainless Stell 316 LVM, serta Titanium Great 5. Bahan dasar dari implan yakni Nikel, Krom, Molibdenum dan Besi.

Untuk bahan baku dari impan buatannya, saat ini masih diimpor. Namun, pihaknya akan mengembangkan riset soal bahan baku lokal. “Bahan baku dari kita itu bisa, cuma masih dilakukan riset,” ujarnya.

Riset yang dijalankan saat ini menurutnya akan menjadi dasar untuk didirikannya industri baru dalam teknologi kesehatan. Setelah memproduksi dan uji coba, kini pihaknya mulai mengkomersilkan produk implan tersebut, dan hanya tinggal menunggu izin penjualan dan peredaran dari Kementerian Kesehatan untuk diterapkan di berbagai rumah sakit.

Ke depannya, ia bersama timnya akan mengembangkan implan untuk tulang-tulang kecil seperti tulang rahang. Selain itu, menurutnya, yang tidak kalah penting yakni pengembangan alat pemasangan maupun alat bedah implan tersebut. “Itu akan kami kembangkan,” ujarnya.

Dengan tersedianya implan khusus untuk tulang orang Indonesia, maka akan membantu para pasien yang terkena patah tulang seperti korban bencana yang 60 persen menderita patah tulang.

“Kalau menunggu implan dari luar negeri butuh waktu lama,” ucapnya. (eh)



VIVAnews

Pesawat Tanpa Awak UGM Berdaya Jelajah 200 Kilometer


REPRO/KOMPAS/NAWA TUNGGAL Pesawat Udara Tanpa Awak Mini atau Mini UAV dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan bobot 7,5 kilogram mampu menjelajah sampai 200 kilometer dengan kecepatan 120 kilometer per jam, bermanfaat untuk pemantauan batas wilayah atau lokasi-lokasi bencana alam.

JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk memantau batas wilayah atau situasi dan kondisi lokasi bencana alam dengan biaya murah dan efektif, dibutuhkan teknologi pesawat tanpa awak.

Universitas Gadjah Mada (UGM) turut memamerkan hasil risetnya, berupa pesawat udara tanpa awak mini (Mini UAV) pada Forum Riset Industri Indonesia ke-3 2011, Rabu (30/11/2011) di Jakarta.

Pesawat itu memiliki kemampuan jelajah sampai 200 kilometer, dengan lama jelajah sampai 2,5 jam.

Pesawat Mini UAV ini hasil rekayasa dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UGM, Sutrisno, dan Dosen Teknik Mesin pada Sekolah Vokasi (D-III) Teknik UGM, Setyawan Bekti Wibowo.

"Kita sudah punya banyak produk riset. Masalahnya sekarang adalah industrialisasinya untuk menjadikan sebagai produk massal masih terjadi kendala," kata Rektor UGM, Sudjarwadi, dalam konferensi pers.

Pesawat Mini UAV dirancang dengan panjang bentang sayap 3,25 meter, dan bobot pesawat tanpa beban mencapai 7,5 kilogram.

Penambahan beban seperti kamera dan sensor lainnya, masih memungkinkan maksimal dua kilogram. Kecepatan Mini UAV mencapai 120 kilometer per jam. Pesawat ini berbahan bakar bensin, dengan kapasitas mesin 55 sentimeter kubik.


KOMPAS

Thursday, October 13, 2011

Teliti Longsor, UGM Raih Penghargaan Dunia

UNIVERSITAS GADJAH MADA

TEMPO Interaktif
, Yogyakarta - Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada menerima penghargaan sebagai pusat unggulan dunia terkait pengurangan risiko bencana longsor berbasis masyarakat. Indonesia berhasil mendapatkan penghargaan itu setelah bersaing dengan 42 penelitian tentang bencana tanah longsor yang berasal dari 30 negara di dunia.

“Dua penelitian kita tentang deteksi dini bahaya longsor dan KKN-PPM Mitigasi Bencana Longsor yang terpilih sebagai world center of excellent for community based landslide disaster risk reduction,” kata Kepala Jurusan Jurusan Teknik Geologi UGM, Profesor Dwikorita Karnawati kepada wartawan usai jumpa pers, Kamis, 13 Oktober 2011.

Penghargaan sebagai World Center of Excellence for Community-based Landslied Disaster Risk Reduction diberikan oleh International Program on Landslide and United Nation International Strategy for disaster Risk Reduction.

Dwikora mengatakan penelitian digunakan di berbagai lokasi antara lain Banjarnegara, Tamangmangu, Situbondo. Penganugerahan penghargaan dilakukan bersamaan dengan konferensi bencana longsor yang dihadiri 80 negara di dunia, pada 3 Oktober 2011
di Kantor Pusat FAO, Roma.

Indonesia memang bukan satu-satunya yang menerima penghargaan itu. Alasan Indonesia dipilih yang terbaik lantaran penelitian yang dilakukan dianggap visioner dan melibatkan masyarakat serta generasi muda dalam deteksi dan mitigasi longsor.(BERNADA RURIT)


TEMPOInteraktif