Islam tidak hanya mengajarkan halal itu baik, misalnya dalam dunia kesehatan, orang mengkonsumsi tempe itu halal, baik dan sehat, atau mengatakan haram itu buruk, seperti mengkonsumsi bangkai itu haram, buruk dan menyebabkan timbulnya penyakit, demikian dan seterusnya.
Tapi lebih dari itu, Islam itu juga mengajarkan akhlaq dan sopan santun, baik itu kepada sesama manusia, lebih-lebih sopan santun kepada Allah dan Rasul-Nya.
Islam juga mengenal hukum makruh, yang jika ditinjau dari segi definisi umum, adalah sesuatu yang jika dikerjakan tidak mendapat dosa, tetapi jika ditinggalkan dengan sengaja maka mendapat pahala.
Namun, jika ditinjau dari sisi bahasa, arti makruh adalah Assyaiul ladzii karihahus syaari`, sesuatu yang dibenci oleh Syaari`, yaitu Allah dan Rasul-Nya.
Mengkonsumsi bawang merah dan bawang putih itu, menurut ilmu kedokteran banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia, dan tidak pernah diharamkan oleh syariat. Tetapi, Nabi SAW menghindarkan diri dari mengkonsumsi bawang, bukan karena Beliau SAW mengharamkannya bagi diri sendiri dan bagi umat, namun Beliau SAW menyatakan yang kurang lebih artinya: Tidak layak orang yang ahli ibadah seperti diriku ini, mengkonsumsi bawang (yang menyebabkan bau mulut tidak sedap) sehingga mengganggu munajatku kepada Allah.
Sebagian para ulama mengharamkan permainan catur, bukan karena dianggap judi, sekalipun sebagaimana catur itu termasuk salah satu alat judi bagi kalangan tertentu, tetapi mereka mengharamkan permainan catur karena menghormati lafadz hadits Nabi SAW.
Bahkan sebagian ulama mengharamkan bermacam macam bentuk permainan masyarakat dengan pertimbangan permainan-permainan itu seringkali dapat memalingkan hati umat Islam dari `ingat` dan beribadah kepada Allah. Seperti tatkala Imam Ghazali yang mengharamkan aaltul malaahi (alat-alat musik) dengan berbagai argumentasi dalil syar`i yang dapat dibaca dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Demikianlah standarisasi di kalangan ulama salaf. Sampai-sampai ada ulama yang mengharamkan mengkonsumsi binatang marmut, hanya karena nama dalam bahasa Arab adalah Fa\`run Hindi (tikus India), padahal sifat marmut lebih dekat dengan sifat kelinci yang halal daging. Begitulah cara para ulama dengan sangat berhati-hatinya dalam `meng-eman` dan menjaga umat Islam, agar kelak tidak terjerumus ke dalam neraka Jahannam.
Para Ulama NU dan MUI juga mengharamkan infotaiment bukan dengan cara acak-acakan saat mengeluarkan fatwa. Tapi mereka mempertimbangkan banyak hal yang tentunya dimengerti oleh umat Islam yang menghendaki kemaslahatan akhirat lebih diutamakan dari pada sekedar memenuhi hasrat nasfu manusiawi.
Innan nafsa la ammaaratun bis suu-i, sesungguhnya nafsu manusia itu selalu mendorong kepada arah yang negatif (dalam bahasa Alquran : perbuatan buruk).
Imam Ghazali saat mengharamkan aalatul malaahi, juga bukan kapasitasnya sebagai guru pesanren, tetapi beliau berfatwa sebagai guru umat di seluruh dunia Islam, tanpa pandang bulu, baik itu untuk santri, mahasiswa, masyarakat awam, bahkan untuk para ulama yang hidup setelahnya.
Jika saja Imam Ghazali sempat menengok acara infotaiment Indonesia yang difatwa haram oleh NU dan MUI karena namanya infotaiment yang identik dengan tayangan ghibah dan namimah, dan karena banyak presenternya yang tidak mempertimabangkan hukum ikhtilaath, campuraduk antar lelaki dan perempuan, tidak mempertimbangkan penutupan aurat khususnya kalangan presenter perempuan, maupun selebritis yang ditampilkan. Kira-kira apa yang akan dicetuskan oleh Imam Ghazali dalam menyikapi hukum infotaiment Indonesia ini ?
Bahkan dampak negatif akhir-akhir ini dengan maraknya terjadi pemerkosaan di kalangan remaja dan hubungan seks di luar nikah antar remaja, disinyalir adalah dampak ditanyangkannya video porno Ariel, Luna Maya dan Cut Tari oleh sejumlah acara infotaiment di beberapa stasiun TV.
Realita semacam ini telah ditayangkan oleh siaran berita di beberapa stasiun TV Indonesia, dengan disertai oleh pengakuan para pelakunya.
Nah, kalau urusan yang makruh namun menyehatkan saja, Nabi SAW jauh-jauh menghindar darinya, lantas bagaimana dengan wadah kemaksiatan yang diberi nama infotaiment ?
Mudah-mudahan umat Islam dapat lebih berhati-hati dalam menentukan pilihan hidup. Di akherat kelak pasti tidak mengenal dikotomi santri, mahasiswa, awam, para pengajar, dan sebagainya. Tapi semua orang pasti akan mendapatkan porsi yang sama dalam mempertanggungjawabkan keyakinannya, perkataannya dan amaliyahnya di hadapan Allah Sang Juru Pengadil Yang Hakiki.
No comments:
Post a Comment