Sunday, September 26, 2010

"Trauma" Gina Ikut Militer Amerika


Gejala PSTD pada anjing sama seperti yang dialami tentara AS usai pulang dari medan perang, inilah yang dialami Gina

Hidayatullah.com—"Kalau anjing bisa ngomong, mungkin dia tak akan bohong" bahwa perang yang dilakoni pasukan Amerika di luar negeri memang sangat berat. Tak heran banyak tentara Paman Sam yang menderita post-traumatic stress disorder (PSTD), termasuk prajurit anjing meski hanya bisa teriak "guk-guk."

Gina adalah seekor anjing gembala Jerman berusia 2 tahun yang riang, ketika untuk pertama kalinya dikirim ke Iraq sebagai seekor anjing militer yang sangat terlatih dalam mengendus bom dari pintu ke pintu. Menyaksikan segala macam ledakan bersuara keras merupakan bagian tak terpisahkan dari tugasnya.

Sekembalinya dari tugas di medan tempur, anjing betina asal Colorado ini menjadi sering berdiam jongkok sambil ketakutan. Ketika pengasuhnya mengajak masuk ke sebuah gedung, maka dia akan mengendus-endus kakinya dan menolak. Kalaupun akhirnya bisa dibawa masuk ke dalam, maka dia akan menyembunyikan ekor di bawah badannya, lalu membenamkan diri di lantai. Biasanya dia akan bersembunyi di bawah furnitur atau di pojok ruangan guna menghindari orang di sekitarnya.

Seorang dokter hewan militer mendiagnosa Gina menderita post-traumatic stress disorder--sebuah kondisi yang menurut banyak pakar juga bisa terjadi pada anjing, sebagaimana yang dialami manusia.

"Dia menunjukkan semua gejalanya dan dia memiliki semua tandanya," ujar Eric Haynes, seorang sersan kepala yang bertugas sebagai kepala kandang di Pangkalan Udara Peterson.

"Dia takut pada semua orang, dan jelas sekali ada sebuah kondisi yang menyebabkannya berlaku seperti itu."

Setahun kemudian, Gina mulai menjalani perawatan. Jalan-jalan rutin, bertemu dengan orang-orang yang ramah dan kembali diperkenalkan dengan kehidupan militer yang sibuk, perlahan memulihkan kondisinya.

Haynes menyebut kemajuan yang ditunjukkan Gina "luar biasa."

"Cukup menakjubkan, sebenarnya," tambah Mellinda Miller, sersan wanita yang menjadi rekan kerja Gina sejak bulan Mei 2010.

"Dia membuat saya kelihatan cukup baik," puji Miller atas rekan anjingnya.

Para prajurit AS baik pria maupun wanita yang mengalami PSTD sepulang dari Iraq atau Afghanistan terdokumentasi dengan baik, namun PSTD di kalangan prajurit anjing tidak ada catatan yang jelas. Sebagian dokter hewan mengatakan binatang juga mengalami hal itu, atau yang semacamnya.

"Ada kondisi pada anjing yang hampir mirip, jika tidak benar-benar mirip, dengan PSTD pada manusia," kata Nicholas Dodman, kepala program perilaku hewan di Tufts University’s Cummings School of Veterinary Medicine.

Namun sebagian dokter hewan enggan memakai istilah PSTD untuk hewan, karena dianggap merendahkan para prajurit pria dan wanita.

Meskipun demikian kata Dodman dia tidak bermaksud merendahkan para prajurit dari kalangan manusia, ketika menggunakan istilah tersebut pada anjing.

Pihak militer mendefinisikan PSTD sebagai sebuah kondisi yang muncul akibat trauma atas kejadian yang mengancam hidup. Para penderitanya mengalami tiga macam keadaaan, sekalipun ketika berada di tempat aman. Mereka sering terbayang kembali peristiwa menakutkan yang pernah dialaminya itu, baik dalam mimpi maupun kenangan yang terlihat nyata. Mereka cenderung menghindari situasi atau perasaan yang akan mengingatkannya pada kejadian tersebut . Dan mereka merasa tegang sepanjang waktu.


Ketika Gina kembali ke Peterson tahun lalu, setelah bertugas di Iraq selama 6 bulan, dia bukan lagi "anak anjing yang menakjubkan," kenang Haynes.

Gina ditugaskan di angkatan darat, pekerjaannya mencari bahan peledak setelah para prajurit memasuki sebuah rumah. Tentara kadang menggunakan granat pijar yang bising dan menendang pintu hingga roboh. Haynes menceritakan, Gina sedang melakukan konvoi ketika sebuah kendaraan militer dihantam bom rakitan.

Sekembalinya ke Peterson, Gina tidak mau bertemu dengan orang-orang.

"Dia menarik diri sama sekali dari masyarakat," ujar Haynes.

Haynes, yang telah menangani lebih dari 100 anjing dan berpengalaman 12 tahun sebagai kepala kandang mengatakan bahwa ada anjing-anjing lain yang juga mengalami trauma. Tapi mereka tidak separah Gina.

Haynes dan pendamping hewan lain membujuk Gina sambil berjalan-jalan, mereka meminta orang untuk berpura-pura berpapasan dengannya lalu memberikan belaian kapada Gina. Untuk menghilangkan rasa takut ketika melewati pintu, mereka menempatkan seseorang yang dikenal Gina di depannya dan akan memberikan belaian serta mengajak anjing itu bermain.

Teknik yang sama dipakai oleh pengasuh anjing militer ketika menyembuhkan trauma pada ayah Gina.

"Dia mulai belajar bahwa semua orang tidak sedang berusaha mengejarnya," jelas Haynes. "Dia mulai bergaul lagi."

Di suatu petang akhir Juli silam, Gina berlari kencang menyeberangi lapangan tempatnya berlatih. Dia melompati berbagai rintangan menuruti komando dan dengan terampil mendorong sebuah bola menggunakan kaki depan dan dadanya. Ketika berkunjung ke sebuah toko di pangkalan militer, dengan tenang dia berjalan di antara susunan rak dan duduk manis saat seorang wanita membungkuk untuk memberinya makanan.

"Dia anjing yang menggemaskan," ujar Miller, sambil menceritakan bagaimana anjing seberat 61 pon itu berbaring di pangkuannya. "Saya bisa mendekapnya sepert bayi."

Namun menurut Haynes, mereka tidak membiarkan perasaan mereka larut. Memperlakukan Gina seperti manusia--misalnya dengan menghiburnya ketika dia takut--bisa membuat anjing itu berpikir bahwa pendampingnya senang ketika dia takut.

Gina kini telah kembali menunaikan tugas, mengendus kendaraan yang masuk untuk mencari bahan peledak di Peterson maupun di fasilitas militer lain di sekitarnya. Bahkan mungkin dia sudah siap untuk diterjunkan kembali dalam operasi berbahaya seperti yang pernah dilakukannya di Iraq.

Tapi menurut Haynes, setidaknya hal itu tidak akan dilakukan hingga satu tahun ke depan.

"Kami tidak berencana untuk melakukannya dalam waktu dekat, karena jelas kami tidak ingin mengacaukan semua yang telah kami perbaiki," katanya.
Sementara Dodman ragu bahwa Gina bisa pulih seperti sediakala.

"Faktanya adalah bahwa rasa takut sekali dialami maka tidak akan pernah dilupakan," ujar Dodman. "Hal terbaik yang bisa Anda lakukan adalah memberikan pengalaman baru, seperti yang dilakukan pendamping Gina," tambahnya.

Haynes memahami masalah itu, dan meskipun dia berharap Gina pulih 100%, dia tidak tahu apakah anjing itu bisa.

"Adakalanya seseorang takut terhadap semua hal, dan jelas hal itu sulit untuk dipulihkan," kata Haynes.

"Tapi yang saya maksudkan adalah, kita tidak punya pilihan lain. Kita tidak boleh menyerah. (Bagaimanapun) dia adalah rekan kerjamu," tandas Haynes. Gina saja stres ikut militer Amerika!. [di/ap/hidayatullah.com]

No comments:

Post a Comment