“Aku selalu bermimpi
matahari melahirkan para guru
dan guru melahirkan para matahari…”
(Abdurrahman Faiz: Guru Matahari)
Sejak dahulu, saya adalah pengagum berat profesi Guru. Bagaimana tidak kagum? Seorang Guru adalah pilar bagi keberhasilan sebuah bangsa. Mereka begitu baik hati membagikan ilmu kepada para muridnya. Dan yang paling penting, seorang Guru telah dari awal menabung untuk kehidupannya kelak ketika tidak lagi di dunia; amal jariyah, amal yang tidak pernah terputus dengan ilmu bermanfaat yang mereka bagikan.
Sudah empat tahun saya bekerja di sebuah Sekolah Menengah Atas negeri 1 Rawalo, yang masih dalam wilayah kabupaten Banyumas (Purwokerto). Secara otomatis saya berinteraksi langsung dengan berbagai macam Guru. Salah satunya adalah seorang Guru yang luar biasa bernama Bapak Husain. Kebetulan beliau juga menjabat sebagai Kepala Sekolah.
Beliau adalah orang yang lemah lembut. Tidak pernah saya mendengar beliau menegur bawahannya dengan kalimat dan suara yang keras. Beliau selalu mengucapkan terima kasih dan memuji (sekecil apapun hasil kerja yang dihasilkan) kepada semua bawahannya. Walaupun demikian, beliau tipe orang yang tegas. Keputusan beliau bulat dan bijaksana.
Di tangan beliau, sekolah kami berubah, dari yang bukan apa-apa menjadi sekolah yang patut diperhitungkan. Maklum, sekolah kami baru berusia 7 tahun. Dengan politik pencitraan, Pak Husain berhasil membuat nama SMA N 1 Rawalo menjadi terkenal. Pencitraan yang beliau lakukan bukan pencitraan pribadi (hehehe), tetapi pencitraan sekolah. Mulai dari pencitraan sekolah yang nyaman dengan dibangunnya berbagai macam sarana seperti masjid, riang Graha Utama yang sekarang terkenal keelokannya di kalangan pendidik di kabupaten Banyumas. Pencitraan kebersihan dengan digalakannya perang melawan bungkus premen. Beliau adalah teladan utama dalam hal kebersihan. Setiap kali beliau berjalan dan menemukan sampah (plastik, kertas, dll) akan beliau ambil untuk kemudian di buang ke tempat sampah. Bahkan, suatu kali ketika upacara bendera hari Senin, beliau mengambil kertas yang berserakan di lapangan. Bukankah lebih baik mendidik dengan teladan daripada hanya sekedar perintah?
Siapapun murid Pak Husain, pasti akan mencintai beliau. Tidak ada amarah. Tidak ada pandangan memvonis bodoh. Tidak ada cacian. Yang ada hanya mendidik dan membimbing dengan kasih sayang. Termasuk dengan saya sebagai bawahan beliau.
Pak Husain juga adalah orang yang sangat amanah. Beliau selalu berusaha mencari rejeki yang halal dan barakah. Suatu hari, beliau mendapat tugas dinas untuk pergi ke Semarang. Seperti biasa siapapun yang mendapat tugas dinas ke suatu tempat akan mendapatkan uang transport. Begitu juga dengan beliau (apalagi seorang kepala sekolah) yang mendapatkan uang transport 200 ribu untuk pergi ke Semarang. Tahukah anda? Sekembalinya dari Semarang, beliau mengembalikan uang 50 ribu! Beliau hanya mengambil 150 ribu untuk biaya pulang pergi naik travel. Padahal beliau adalah pejabat di sekolah kami. Bukankah biasanya pejabat selalu meminta dan mendapat lebih? Mungkin beliau adalah satu-satunya kepala sekolah yang mengembalikan uang transport. Hal ini membuat semua Guru dan karyawan di sekolah saya tidak berani meminta lebih untuk uang transport.
Pak Husain, guru matahari SMA Rawalo, sebentar lagi harus pindah, mengabdi di sekolah lain. Yang selalu membekas di hati saya adalah ketika rapat dinas beliau mengatakan “tidak ada siswa yang bodoh, yang ada guru yang tidak bisa mengajar; tidak ada guru yang tidak bisa mengajar,yang ada kepala sekolah yang tidak bisa membimbing”. Kalimat sakti yang membuat saya yakin, beliau adalah guru matahari saya. Terima kasih Pak Husain, saya pasti akan sangat kehilangan berbagai macam ilmu dan hikmah dari Anda.
No comments:
Post a Comment