Berikan "ruang" untuk anak ... agar mereka termotivasi ...
Oleh Ririn Yuniasih
mungkin seringkali kita melihat anak atau murid kita "kok ga semangat sekolah sih?"...atau "kok kayanya ga tertarik ngikutin kegiatan di sekolah sih?"...sebagai orang tua kadang kita terus berpikir "mungkin gurunya ga pinter menarik perhatian anak, atau ga pinter membawakan kegiatan"...sementara pihak sekolah atau guru kadang juga berpikir "anak kaya gini mungkin di rumah ga pernah disiapin orang tuanya...ga pernah diajarin"
So..sebenarnya dari mana sih kita mengharapkan anak termotivasi, antusias atau bersemangat 'belajar'? apakah kita bisa mengharapkan itu muncul 'sendiri' dari diri anak? atau kita sebagai guru atau orang tua dapat membantu anak/murid kita 'menumbuhkan' semangat mereka?
dari apa yang saya baca...dan pengalaman dengan beberapa murid termasuk juga dg kedua anak saya (makasih nak dah membuat mama belajar banyak hal...), ada beberapa hal yang perlu dimuncukan untuk membangun suasana yang merangsang semangat anak:
1.Munculkan curiosity...tumbuhkan rasa ingin tahu anak. Berbahagialah anda ketika anak anda memasuki tahap 'membuat orang tua lelah' dengan bertanya ini dan itu...kenapa begini kenapa begitu...atau yg eksploratif secara 'action' ngobrak-abrik ini itu...bongkar ini itu. Jangan abaikan 'sign' ini... hal ini adalah hal yg sangat alamiah yg menandakan anak 'siap' atau 'butuh' belajar sesuatu...karena dia pengen tahu atau mengeksplorasi sesuatu. It sounds awkward, kayanya aneh karena mungkin tanpa kita sadari for some reason kita sering mengatakan "udah to nak..kok nanya terus sihh" atau "ini liat ni..mama lagi banyak kerjaan". Atau kalau mereka sibuk 'ngacak-ngacak' kita akan panik "waduh..mama kan capek beresin..." atau "jangan dibuka/dikeluarin lagi ya...nanti rumahnya berantakan"
2.Beri kesempatan anak untuk 'mengontrol' aktivitas atau eksplorasinya. Ada baiknya tidak semua pertanyaan anda dijawab dengan 'straighforward'..langsung dikasih jawaban..cobalah untuk mengajak anak 'mencari' tahu jawaban dari mereka sendiri, atau beri 'tantangan' kepada mereka untuk mengeksplorasi banyak hal. Ini memang aga 'tricky' karena butuh kejelian kapan kita memberikan 'bantuan' dan kapan kita memberi mereka 'kesempatan'. Tentu akan lebih mudah bagi guru untuk menjelaskan " A adalah bla bla bla..disebabkan oleh bla bla bla...contohnya bla bla bla..." tapi anak akan kurang 'engaged' ...ga banyak terlibat dan akhirnya ga terkesan dan pelajarannya pun ga membekas.
membingungkan? bagus..berarti anda mengalami 'disequilibrium' kata teorinya Piaget..ada ketidaknyamanan psikologis yang membuat anda pengen tahu lebih lanjut (semoga...)
sebelum masuk ke aplikasinya dalam keseharian atau pembelajaran, saya mengajak anda melihat teori yang mudah2an membantu kita semua memahami apa sih yang membuat anak bersemangat..dalam hal ini untuk 'belajar'
1.Anak melakukan sesuatu (dalam hal ini belajar) untuk mendapatkan reward/hadiah/penghargaan atau untuk menghindari hukuman/punishment. Yups..bagi anda yg mengenali, ini memang teorinya para ahli perilaku/behaviorist. Disini perilaku anak cenderung dikontrol faktor eksternal, dari hadiah atau hukuman yg diberikan, yg akan mempengaruhi perilaku anak berikutnya. Bentuk hadiah ini sangat beragam, dari yang 'real' seperti uang, benda, atau makanan...bisa juga berupa pujian, diajak jalan2, dsb yg intinya menguatkan anak untuk mengulangi perilaku yg diharapkan. Sedangkan hukuman juga bisa berupa skors, menarik/mencabut hal yg disenangi anak (mis: dilarang nonton TV atau main game), atau yg sifatnya psikologis, seperti dicuekin, diejek, atau dikomentari negatif.
2.Anak belajar karena memilki keyakinan atau harapan tentang apa yang akan dicapainya. Ada istilah 'self efficacy' yang kurang lebih artinya adalah keyakinan akan kemampuannya sendiri. Anak yang memiliki self efficacy tinggi akan tetap berusaha menyelesaikan sesuatu atau mengikuti pelajaran karena dia yakin dia mampu melakukannya. Membantu anak memupuk self efficacy ini sangat menantang karena tak jarang kita temukan anak/murid yang 'merasa cukup' dalam menunjukkan kemampuan atau usahanya karena berpikir "yang penting memenuhi standard atau minimum requirement/syarat minimum..toh udah dapet nilai bagus" ..istilahnya coasting(yg ini sebenarnya pengakuan dosa...sekaligus mengkritik sistem points di universitas amerika khususnya...yg point nilainya dicantumkan di silabus, jadi "membatasi' effort/usaha mahasiswa utk berusaha 'secukupnya' saja hehe...). Nah, belief ini yg harus diubah...bahwa setiap anak pasti mampu melakukan berbagai kegiatan sesuai kapasitasnya.
3.Anak belajar karena memiliki harapan dan meyakini apa yg dipelajari bernilai/bermanfaat. Anak akan antusias mengikuti pelajaran jika ia melihat atau memahami 'manfaat' dari apa yg dipelajari atau dilakukannya. ini coba saya kaitkan dengan konsep tentang authentic learning (belajar otentik), dimana setiap materi yg diajarkan ke anak dikaitkan dengan 'real life' (kehidupan nyata) dan akan lebih baik dilakukan di 'real setting' (lokasi yang sesungguhnya) sehingga lebih terasa manfaatnya.
4.Anak belajar karena dorongan dari dalam dirinya (intrinsic motivation). Anak melakukan aktivitas karena memang dia enjoy melakukannya karena merasa meningkat kemampuannya. Untuk menjaga semangat anak yang memiliki intrinsic motivation seperti ini, kita harus mengusahakan kegiatan yang enjoyable (menyenangkan) buat anak, yang dikembangkan dengan tantangan yang terus ditingkatkan.
5.Anak belajar karena ingin merasa dihargai dan merasa dianggap mampu. Setiap anak ingin merasa dihargai bahwa ia 'mampu' melakukan sesuatu. Disini support dan dukungan dari guru dan orang tua sangat diperlukan agar anak tetap berusaha untuk 'mencoba'...jangan terfokus pada hasilnya dulu, hargailah setiap usaha yang dilakukan anak
6.Anak belajar karena memiliki tujuan yang ingin dicapai.Anak datang ke sekolah, mengikuti pelajaran di kelas atau dalam aktivitas apapun mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Ada yang pengen bareng2 temennya, ada yg pengen tau ini itu, ada yg pengen nyoba ini itu...tapi ada juga yg karena 'disuruh' atau karena 'memang harus begitu'...nah untuk meningkatkan motivasinya, kita perlu mengubah atau memodifikasi tujuan ini..ya semacam goal setting ya..versi anak2 tentunya.
Nah..pertanyaannya adalah, how to put it into real action?? jelas case per case akan beda penanganannya, tapi saya punya pengalaman yg mudah2an dapat bermanfaat dan menginspirasi bagaimana memotivasi anak/murid.
Ini adalah pengalaman saya dengan salah satu murid favorit saya di TK . Ketika di kelas A, anak ini hampir tidak pernah 'terlibat' aktivitas di kelasnya..walaupun ga bikin onar atau ganggu temannya, saya mengistilahkannya withdraw atau menarik diri...hampir sama sekali ga menunjukkan ketertarikan terhadap kegiatan apa pun. Sebagian besar guru men-judge anak ini memang 'belum siap'..'susah'..'ga ok' dan komentar lain yg senada, yg intinya para guru 'angkat tangan' untuk membuat anak ini tertarik pelajaran. Saya sempet penasaran, kenapa ya?? saya ga yakin kalau dia ga 'mampu' untuk melakukan kegiatan ini itu, karena di setiap percakapan saya dengannya daya menangkap dia punya 'potensi yang luar biasa..terutama yg saya ingat waktu itu kosa kata...vocabulary even in English, tapi kok cenderung fokus di satu tema ya...waktu itu kendaraan terutama pesawat.
Dengan keterbatasan waktu observasi saya, tidak banyak yang dapat saya lakukan selama TK A. Bersyukur sekali bunda anak ini adalah seorang bunda yang sangat care dan supportive dengan kondisi anaknya. Beliau sangat antusias dan kita banyak berdialog bagaimana membantu anak ini. Sampai akhirnya di TK B, anak ini semakin menarik diri ...bahkan sampai ga masuk ke kelas karena 'ngga mau'...sampai akhirnya saya berpikir untuk membawakan buku tentang pesawat, saya ajak dia bicara,... saya katakan 'bunda punya buku tentang pesawat, nanti kamu boleh pinjam, tapi bunda tanya sesuatu'... akhirnya dari pembicaraan kami terungkap sebenarnya bahwa dia tidak nyaman dengan kelasnya, dan pengen pindah kelas karena ada 'soulmate'-nya (tetangga sekaligus teman baiknya)..saya tidak ingin menjadi pengambil keputusan, saya balikin lagi ke anak "terus, apa yang akan kamu lakukan"..dia minta pindah kelas dan berjanji akan serius mengikuti pelajaran di kelas. saya bilang "karena ini pilihanmu, bunda ga ingin setelah ini kamu minta pindah2 lagi" dan ia menyanggupi...
Setelah selesai pembicaraan kita tentang perpindahan kelas ok (dg meminta persetujuan kepsek...) saya menepati janji meminjaminya buku tentang pesawat...dengan berbinar-binar anak ini membuka lembar demi lembar buku..sambil menjelaskan ini itu tentang pesawat yang saya sendiri ga begitu ngerti. Sambil menemaninya menikmati buku, saya bertanya "cita-citanya pengen jadi apa sih?" dia jawab "pilot"..terus saya tanya" tahu ga sih kalau mau jadi pilot harus bisa apa?"..dia menggeleng. Saya minta dia membuka halaman yg ada gambar cockpit, saya bilang "pilot harus bisa bahasa inggris karena komunikasi biasanya pake bahasa inggris, terus semua instruksi ttg penerbangan pesawat hampir semuanya pake bahasa inggris".."terus lihat tombol tombol ini..warnanya macem2..kamu harus tahu warna apa yg harus dipencet pas pesawat di ketinggian tertentu"..dia tampak sangat curious dan full attention dengan apa yg saya katakan "makanya kita perlu belajar tentang warna dan bahasa...terus harus bisa berhitung untuk bisa mengetahui ketinggian bagaimana pas mendarat atau lepas landas"...anak ini manggut-manggut. Sejak saat itu, saya tidak pernah melihat anak ini di luar kelas karena 'ga mau' ikut pelajaran.
Saya tidak bermaksud meng-klaim bahwa apa yang saya lakukan telah berhasil membangkitkan semangat anak, saya berpikir apa yang terjadi pada anak ini adalah akumulasi dari berbagai faktor: karena ia mendapatkan tujuannya, dia merasa happy, dia mengerti manfaatnya, dsb. Saya berusaha mengajak kita semua untuk melihat dan berusaha 'mencari' celah untuk masuk ke diri anak dan menarik motivasi anak. Kalau mau dianalisis dari berbagai teori di atas, apa ygterjadi dengan anak ini bisa dilihat dari berbagai hal:
mungkin awalnya guru belum melihat 'intrinsic motivation' anak, apa yg membuat dia enjoy dan happy, sehingga cenderung menawarkan kegiatan yg sama ke semua anak yg buat anak ini 'ga menarik' dan ga membuatnya enjoy untuk terlibat. dan ketika dimuali dengan yang dia minati (tentang pesawat) dia mulai muncul semangatnya
anak ini ke sekolah mempunyai tujuan: dia pengen bareng dengan sahabatnya..si soulmate ini. Memang tidak semua tujuan anak yg semacam ini bisa selalu diakomodir sekolah, tapi ketika ini sangat significant seperti kasus di atas, mungkin perlu dipertimbangkan dengan catatan bahwa ada 'term and condition'nya. dan ketika anak diberi 'ruang' untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab (dengan dijelaskan resikonya/konsekuensinya) dia juga mampu dan mau mengikutinya.. (ini yg saya bilang ga mudah karena kecenderungan orang dewasa selalu menganggap anak ga mampu dan merasa harus selalu 'turun tangan' membantu mereka)
bahwa dalam belajar ia butuh kejelasan manfaat apa yg diperolehnya. kenapa ia harus belajar berhitung? mengenal warna? belajar bahasa? ketika itu jadi kegiatan 'rutin' yang 'harus diikuti anak..sangat disayangkan dan akan meaningless, ga akan berarti apa2 buat anak. tapi ketika kita bantu mereka menghubungkan dengan apa yang menjadi kesukaan mereka atau apa yg mereka inginkan/cita-citakan mereka akan semangat
Well, jadi orang tua atau guru ternyata isn't easy as it is, banyak yang harus kita gali dan terus telaah..kita ga bisa berkutat dengan yang 'biasanya' atau yang 'memang harusnya begitu'...kita harus terus berusaha belajar, termasuk dari teman2 kecil kita, yang ternyata mengajari kita banyak hal...
Mudah2an ada learning point yang dapat dipetik dari tulisan ini...
Resource:
Motivation to learn (Stipek, 2002)
Sahabat keciiku yang sekarang sudah besar...(miss u so much)
bloomington
January 13, 2011
No comments:
Post a Comment