Perlu perangkat yang lebih komplit dari pada sekedar software. Pendidikan, aturan-aturan dan penegakan hukum, moral, dlsb. Mari kita cegah kemerosotan moral melanda bangsa.
Blokir Porno, David Vs Goliath?
Senin, 31 Maret 2008 | 01:35 WIB
Konten pornografi memang bisa diblokir menggunakan berbagai peranti lunak, tetapi soal efektifitas itu lain soal. Siapa pun bisa mengunduh dan memasang berlapis peranti lunak yang berfungsi memblok atau menyaring konten pornografi dari internet, baik pada tingkat komputer personal (PC), server pada warnet, hingga Internet Service Provider (ISP). Tetapi sangatlah naif bila kita percaya bahwa konten pornografi di internet dapat efektif dihalau dengan melakukan pemblokiran secara teknologi.
Berdasarkan hasil riset yang dilansir TopTenReviews, setiap detiknya lebih dari 28.000 orang mengakses pornografi di internet dengan total pengeluaran mencapai lebih dari 3.000 dollar AS. Data tersebut juga menyebutkan, setidaknya setiap detik ada 372 pengguna internet yang mengetikkan kata kunci tertentu di situs pencari untuk mencari konten pornografi.
Khusus untuk perilaku pengguna internet di Indonesia, Google Trends memaparkan bahwa meskipun jumlah pengguna internet masih terkonsentrasi di Ibu Kota Jakarta, namun Jakarta hanya menduduki posisi ke-5 kota dengan jumlah pencari konten dewasa dengan memasukkan kata kunci yang sangat umum, yaitu ”seks”. Setelah Jakarta disusul Bandung. Adapun jawaranya adalah kota Semarang, kemudian Yogyakarta, Medan, dan Surabaya.
Jika kita mencari dengan kata kunci ”sex” di Google, akan muncul 662.000.000 situs, 568.881 video, 157.000.000 gambar, dan 111.057.569 blog. Maka dapatlah terbayang bagaimana upaya untuk menyaring informasi dari sekian banyak sumber tersebut. Apalagi jika harus memilah antara informasi ”seks” yang layak untuk keperluan pendidikan, kesehatan, ilmu bercinta, ataupun sekadar sebagai pemuas berahi belaka.
Bicara tentang ilmu bercinta, ketika penulis menggunakan ”kamasutra” sebagai kata kunci pada Google Trends ternyata Indonesia berada pada urutan ke-3 setelah Lituania dan India untuk kategori negara. Sementara untuk kategori kota, Jakarta berada pada urutan ke-4 setelah Chennai, Delhi, dan Mumbai yang semuanya di India.
Goliath
Industri pornografi bukanlah industri kacangan. Tahun 2006 saja, gabungan penghasilan dari sejumlah perusahaan teknologi papan atas semisal Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahoo! dan Apple, tak akan mampu mengimbangi pendapatan dari bisnis pornografi dengan pemasukan mencapai lebih dari 97 miliar dollar AS.
Dengan perputaran uang yang besar dan persaingan ketat, industri pornografi kerap menjadi perintis pematangan sejumlah teknologi baru yang kemudian diadopsi secara luas. Berbagai teknologi ini, menurut penelitian terpisah oleh USA Today, Adult Video News dan Nielsen/NetRatings adalah baik yang bersifat positif seperti video-audio streaming, layanan berbayar video-on-demand, digital-rights management, peranti lunak geo-location, konten tersegmentasi dan layanan konten nirkabel melalui ponsel. Adapun teknologi yang cenderung bersifat negatif, setidaknya bagi sebagian kalangan, adalah spam, iklan pop-ad, dan cookies.
Wajar jika kita berpikir bagaimana agar teknologi yang lawas dan biasa saja, seperti peranti lunak pemblokir konten pornografi, dapat berhadapan dengan produsen pornografi yang notabene para jawara penghasil teknologi konten masa depan. Ini ibarat David melawan Goliath!
Privasi
Berdasarkan sejumlah jajak dan studi yang dilakukan di Indonesia, fasilitas e-mail adalah hal yang paling utama digunakan oleh konsumen internet. Sayangnya, spam (e-mail sampah) menghantui aktivitas e-mail siapa pun di mana pun. Penelitian yang dilakukan oleh Barracuda Networks mengatakan bahwa sepanjang tahun 2007, dari total lalu lintas e-mail yang tercatat, 95 persen adalah spam. Kemudian menurut Symantec, untuk data per Februari 2008, 6 persen dari seluruh e-mail spam masuk dalam kategori untuk ”dewasa” di atas 18 tahun.
Ini perlu menjadi pertimbangan pula bagaimana menyaring konten pornografi, yang sengaja ataupun tidak, masuk langsung ke mailbox, termasuk ke mailbox anak-anak dan para remaja. Pornografi lewat e-mail lebih sulit pengidentifikasiannya (termasuk pemblokirannya) karena sifatnya yang tidak terbuka seperti layaknya mengunjungi sebuah situs, lebih privasi karena terantar langsung ke masing-masing individu, dan sifatnya ada push-services. Belum lagi maraknya sejumlah layanan online yang memang mengkhususkan diri dalam menyediakan konten pornografi via e-mail.
Di layanan mailing list terkemuka semisal YahooGroups, dapat dijumpai banyak komunitas ”dewasa” yang saling bertukar gambar porno. Tak kurang dari 39.000 grup diskusi bertajuk ”seks” yang tergabung dalam YahooGroups tersebut. Diskusi dan bertukar gambar porno tersebut langsung dikirim dari dan ke e-mail para anggotanya.
Jika ingin konsisten menyaring pornografi di internet, maka YahooGroups seharusnya masuk dalam daftar cekal. Masalahnya, begitu kita mencekal YahooGroups, kita juga menutup akses ke ribuan diskusi positif yang ada di dalamnya, baik itu diskusi teknologi, politik, kesehatan, lingkungan, hingga keagamaan.
Orangtua
Untuk itulah jangan sampai kita kemudian terempas pada rasa aman semu, mengatasi pornografi seakan bisa dilakukan (hanya) dengan teknologi yang ada saat ini. Jika memang dirasa perlu, sebenarnya berbagai jenis peranti lunak pemblokir konten pornografi pada komputer personal telah tersedia di internet dengan kualitas andal, berfitur lengkap, dan gratis. Salah satunya adalah K9 Web Protection (www.k9webprotection.com)
Harus diingat, justru orangtua dan guru memegang peran utama dan tak akan tergantikan oleh berbagai jenis peranti lunak yang ada. Membuat program edukasi agar orangtua dan guru tidak ”gaptek” (gagap teknologi) sehingga mampu dan mau membimbing anak atau muridnya ketika menggunakan internet akan jauh lebih ampuh ketimbang sekadar mengadakan proyek pembuatan atau instalasi program pemblokir konten pornografi yang efektifitasnya masih dapat diperdebatkan.
Sumber: http://kompas.com/kompascetak/
No comments:
Post a Comment