PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA TENTANG KEMAMPUAN BERBICARA PADA SISWA KELAS II SD NEGERI SELING
Oleh: Chodiroh
Abstrak:
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas II SD Negeri Seling Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen. Pembelajaran yang digunakan adalah menggunakan metode bermain peran, diskusi, tanya jawab, dan tugas. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan subyek penelitian siswa kelas II SD Negeri Seling yang berjumlah 18 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam 3 siklus, setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Pengamatan dan wawancara digunakan sebagai pengukur pemahaman, keefektifan, motivasi dan minat siswa. Sedangkan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menguasai materi yang telah diberikan, setiap akhir siklus diberikan tes hasil belajar. Hal yang diperolah dari data ternyata ada peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran dari studi awal hingga pelaksanaan tindakan 3. Data mengenai ketuntasan siswa dalam penguasaan konsep pembelajaran dapat diterangkan bahwa nilai rata-rata setelah studi awal 54,72 dengan ketuntasan 16,67%, nilai rata-rata setelah tindakan I adalah 60,56 dengan ketuntasan 38,89%, nilai rata-rata setelah tindakan II adalah 65,83 dengan ketuntasan 55,56% dan nilai rata-rata setelah tindakan III adalah74,78 dengan ketuntasan 100%. Sedangkan data tentang respon keaktifan siswa selama proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) jumlah keaktifan siswa selama studi awal adalah 5 siswa dengan prosentase 27,78%, 2) keaktifan siswa selama pelaksanaan tindakan I adalah 8 siswa dengan prosentase 44,44%, 3) keaktifan siswa selama pelaksanaan tindakan II adalah 14 siswa dengan prosentase 77,78%, dan 4) keaktifan siswa selama pelaksanaan tindakan III adalah 18 siswa dengan prosentase 100%. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode bermain peran dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa mengenai kemampuan berbicara dalam pelajaran Bahasa Indonesia.
Kata kunci: Metode Bermain Peran, Keaktifan, Prestasi Belajar Bahasa Indonesia
Pendahuluan
Peningkatan mutu pendidikan khususnya di sekolah dasar merupakan fokus perhatian dalam rangka meningkatkan hasil belajar. Sekolah dasar adalah satuan pendidikan formal pertama yang mempunyai tanggungjawab untuk mengembangkan sikap dan keamanan serta pengetahuan dan keterampilan dasar.
Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan terdiri dari berbagai komponen yang saling berpengaruh dan berkaitan. Dari komponen tersebut, komponen guru mempunyai peranan paling penting dan merupakan kunci pokok bagi keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Untuk kemampuan profesional guru perlu ditingkatkan dan dikembangkan dengan berbagai upaya.
Kemampuan dan kecakapan guru dalam mendidik dan mengajar tidak akan berkembang pesat bila hanya mengandalkan pengalaman saja. Pengalaman kadang bersifat rutin dan monoton bahkan kurang memupuk potensi kreatifitas yang ada. Potensi yang ada harus tetap dipupuk dan dirangsang, didorong serta dilengkapi dengan pengetahuan baru agar dapat menumbuhkan sikap profesional yang makin matang, sikap ingin mencoba, ingin belajar dan ingin maju terus serta ingin selalu mengadakan inovasi dan mencoba berkreasi. Para guru tentu senantiasa ingin meningkatkan diri dalam melakukan kegiatan belajar mengajar, sehingga materi yang disampaikan kepada siswa mudah dipahami.
Kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting bagi kehidupan seseorang. Siswa SD dituntut untuk memenuhi berbagai kemampuan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa prestasi belajar bahasa Indonesia sebagaian besar siswa kelas II SD Negeri Seling sangat rendah. Hal ini tercermin dari nilai pelajaran Bahasa Indonesia pada ulangan akhir semester I tahun pelajaran 2009/2010. Dari 18 siswa masih ada 6 siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal, yaitu 67.
Berdasarkan studi pendahuluan, diketahui bahwa rendahnya kemampuan tersebut disebabkan oleh terbatasnya metode yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pelajaran. Guru hanya menyampaikan informasi (ceramah) dengan sedikit tanya jawab. Dibutuhkan suatu metode agar anak dapat aktif menyelesaikan tugas serta saling tukar informasi dan pendapat dengan teman. Mencari solusi dan bersaing positif dalam dan antar kelompok akan membuat materi yang dipelajari membekas lebih lama. Anak tidak hanya mendengar, akan tetapi berusaha memgang lebih jauh materi yang dipelajari.
Garis besar pengajaran bahasa terdiri atas: (1) kebahasan, (2) kemampuan kebahasaan, dan (3) kesastraan. Kompetensi kebahasaan terdiri atas dua aspek, yaitu: (1) struktur kebahasaan yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, kewacanaan; dan (2) kosakata. Kemampuan kebahasaan terdiri atas empat aspek, yaitu: (1) kemampuan mendengarkan/menyimak, (2) kemampuan berbicara, (3) kemampuan membaca, dan (4) kemampuan menulis. Dalam kenyataan, keempat kemampuan tidak berdiri sendiri, melainkan perpaduan antar satu dengan yang lainnya.
Pembelajaran bahasa dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu pembelajaran bahasa dengan fokus keterampilan berbahasa dan pembelajaran dengan fokus sastra. Pembelajaran bahasa dengan fokus keterampilan berbahasa merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan salah satu kompetensi dasar dari keempat kompetensi yang ada
Fokus pembelajaran dalam penelitian ini digunakan sebagai landasan untuk melakukan upaya perbaikan. Perbaikan tersebut berhubungan dengan minat dan kemampuan siswa untuk belajar bahasa.
Belajar aktif menurut Hellen (2003: 12-24) adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan membangun makna atau pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang dilakukan oleh pengajar.
Dalam Depdiknas (2003: 5-6) tercantum bahwa pembelajaran efektif secara umum diartikan sebagai kegiatan belajar mengajar yang memberdayakan potensi siswa serta mengacu pada pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik.
Metode sosiodrama maupun bermain peran merupakan dua metode yang dapat dilakukan secara bersama dalam satu kegiatan. Sosiodrama berarti mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungan sosial, sedangkan bermain peran menekankan pada kenyataan di mana siswa diturutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendramatisasikan masalah-masalah dalam hubungan sosial. Tujuan dari sosiodrama dan bermain peran antara lain: (1) mengerti perasaan orang lain, (2) membagi pertanggungjawaban dan memikulnya, (3) menghargai pendapat orang lain, (4) mengambil keputusan dalam kelompok.
Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan terdiri dari berbagai komponen yang saling berpengaruh dan berkaitan. Dari komponen tersebut, komponen guru mempunyai peranan paling penting dan merupakan kunci pokok bagi keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Untuk kemampuan profesional guru perlu ditingkatkan dan dikembangkan dengan berbagai upaya.
Kemampuan dan kecakapan guru dalam mendidik dan mengajar tidak akan berkembang pesat bila hanya mengandalkan pengalaman saja. Pengalaman kadang bersifat rutin dan monoton bahkan kurang memupuk potensi kreatifitas yang ada. Potensi yang ada harus tetap dipupuk dan dirangsang, didorong serta dilengkapi dengan pengetahuan baru agar dapat menumbuhkan sikap profesional yang makin matang, sikap ingin mencoba, ingin belajar dan ingin maju terus serta ingin selalu mengadakan inovasi dan mencoba berkreasi. Para guru tentu senantiasa ingin meningkatkan diri dalam melakukan kegiatan belajar mengajar, sehingga materi yang disampaikan kepada siswa mudah dipahami.
Kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting bagi kehidupan seseorang. Siswa SD dituntut untuk memenuhi berbagai kemampuan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa prestasi belajar bahasa Indonesia sebagaian besar siswa kelas II SD Negeri Seling sangat rendah. Hal ini tercermin dari nilai pelajaran Bahasa Indonesia pada ulangan akhir semester I tahun pelajaran 2009/2010. Dari 18 siswa masih ada 6 siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal, yaitu 67.
Berdasarkan studi pendahuluan, diketahui bahwa rendahnya kemampuan tersebut disebabkan oleh terbatasnya metode yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pelajaran. Guru hanya menyampaikan informasi (ceramah) dengan sedikit tanya jawab. Dibutuhkan suatu metode agar anak dapat aktif menyelesaikan tugas serta saling tukar informasi dan pendapat dengan teman. Mencari solusi dan bersaing positif dalam dan antar kelompok akan membuat materi yang dipelajari membekas lebih lama. Anak tidak hanya mendengar, akan tetapi berusaha memgang lebih jauh materi yang dipelajari.
Garis besar pengajaran bahasa terdiri atas: (1) kebahasan, (2) kemampuan kebahasaan, dan (3) kesastraan. Kompetensi kebahasaan terdiri atas dua aspek, yaitu: (1) struktur kebahasaan yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, kewacanaan; dan (2) kosakata. Kemampuan kebahasaan terdiri atas empat aspek, yaitu: (1) kemampuan mendengarkan/menyimak, (2) kemampuan berbicara, (3) kemampuan membaca, dan (4) kemampuan menulis. Dalam kenyataan, keempat kemampuan tidak berdiri sendiri, melainkan perpaduan antar satu dengan yang lainnya.
Pembelajaran bahasa dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu pembelajaran bahasa dengan fokus keterampilan berbahasa dan pembelajaran dengan fokus sastra. Pembelajaran bahasa dengan fokus keterampilan berbahasa merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan salah satu kompetensi dasar dari keempat kompetensi yang ada
Fokus pembelajaran dalam penelitian ini digunakan sebagai landasan untuk melakukan upaya perbaikan. Perbaikan tersebut berhubungan dengan minat dan kemampuan siswa untuk belajar bahasa.
Belajar aktif menurut Hellen (2003: 12-24) adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan membangun makna atau pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang dilakukan oleh pengajar.
Dalam Depdiknas (2003: 5-6) tercantum bahwa pembelajaran efektif secara umum diartikan sebagai kegiatan belajar mengajar yang memberdayakan potensi siswa serta mengacu pada pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik.
Metode sosiodrama maupun bermain peran merupakan dua metode yang dapat dilakukan secara bersama dalam satu kegiatan. Sosiodrama berarti mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungan sosial, sedangkan bermain peran menekankan pada kenyataan di mana siswa diturutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendramatisasikan masalah-masalah dalam hubungan sosial. Tujuan dari sosiodrama dan bermain peran antara lain: (1) mengerti perasaan orang lain, (2) membagi pertanggungjawaban dan memikulnya, (3) menghargai pendapat orang lain, (4) mengambil keputusan dalam kelompok.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu kegiatan penelitian yang menggunakan kelas sebagai setting. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Seling UPTD Dikpora Kecamatan Karangsambung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2010. Penelitian tindakan ini dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan (plan), (2) pelaksanaan (action), (3) observasi (observation), dan (4) refleksi (reflection).
Data penelitian berasal dari siswa dan guru selama proses belajar mengajar. Data terdiri dari 2 jenis, yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diambil dari hasil belajar siswa sedangkan data kualitatif diperoleh berdasarkan respon siswa terhadap tindakan yang dilaksanakan. Metode pengambilan data dengan tes dan observasi. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif.
Data penelitian berasal dari siswa dan guru selama proses belajar mengajar. Data terdiri dari 2 jenis, yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diambil dari hasil belajar siswa sedangkan data kualitatif diperoleh berdasarkan respon siswa terhadap tindakan yang dilaksanakan. Metode pengambilan data dengan tes dan observasi. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada siklus I, siswa dikenai tindakan berupa model pembelajaran dengan bermain peran yang berdampak pada kenaikan ketuntasan belajar sebesar 22,22%, kenaikan rata-rata kelas sebesar 5,84% dan kenaikan keaktifan belajar siswa sebesar 16,66%. Pada siklus II, kelas dikondisikan dengan pengaturan tempat duduk berbentuk tapal kuda. Perubahan tersebut berdampak pada kenaikan ketuntasan belajar 22,22%, kenaikan nilai rata-rata kelas sebesar 6,87%, serta kenaikan keaktifan belajar siswa sebesar 33,34%. Siklus III dilaksanakan dengan memperkecil jumlah anggota masing-masing kelompok. Dibentuk kelompok-kelompok baru yang anggotanya diambilkan dari kelompok-kelompok yang sudah terbentuk. Hasilnya, ketuntasan belajar tetap 44,44%, kenaikan keaktifan belajar sebesar 22,22%, dan kenaikan nilai rata-rata sebesar 8,95%.
Faktor lain yang turut memberikan konstribusi terhadap peningkatan hasil adalah alokasi waktu tes yang cukup banyak; dengan disediakannya lembar soal dan lembar jawab, siswa fokus pada jawaban dan siswa tidak banyak membuang waktu dengan mencatat soal di papan tulis.
Faktor lain yang turut memberikan konstribusi terhadap peningkatan hasil adalah alokasi waktu tes yang cukup banyak; dengan disediakannya lembar soal dan lembar jawab, siswa fokus pada jawaban dan siswa tidak banyak membuang waktu dengan mencatat soal di papan tulis.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan temuan dan hasil dari data studi awal pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus I, pelaksanaan perbaikan siklus II, serta pelaksanaan perbaikan siklus III dapat diambil kesimpulan bahwa: (1) penggunaan metode bermain peran terbukti dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, (2) penggunaan metode bermain peran terbukti dapat meningkatkan keberanian siswa dalam menyampaikan pendapat, (3) penggunaan metode bermain peran terbukti dapat meningkatkan motivasi dalam pembelajaran, (4) penggunaan metode bermain peran terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, (5) penggunaan metode bermain peran terbukti dapat meningkatkan pengalaman belajar siswa melalui pengamatan langsung dan melakukan sendiri.
Dalam penerapan metode bermain peran, akan muncul komponen yang tidak terkontrol dan mungkin akan berpengaruh terhadap validitas hasil. Beberapa komponen yang mungkin berpengaruh antara lain: (1) keberhasilan yang diperoleh bukan hanya diperoleh dari metode bermain peran, akan tetapi mungkin karena adanya proses pembelajaran yang berulang-ulang dari siklus ke siklus, (2) dalam menilai siswa dari segi tertentu dilakukan hanya berdasarkan sampel, (3) instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini masih menggunakan instrumen yang tingkat validitasnya rendah atau belum memuaskan, dapat ditindaklanjuti dengan penelitian berikutnya yang lebih standar, (4) penggunaan media pembelajaran kurang memperhatikan karakteristik siswa dan karakteristik materi pelajaran itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penerapan pembelajaran yang menggunakan metode bermain peran agar dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa dengan keadaan dan kondisi yang sama, maka beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain: (1) pendidik disarankan untuk mencoba menerapkan cara belajar yang serupa untuk meningkatkan partisipasi siswa secara aktif dalam pembelajaran, (2) penerapan pembelajaran penggunaan metode bermain peran disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa, maka media seperti ini dapat diterapkan pada mata pelajaran dan pada kompetensi yang lain, (3) kondisi pembelajaran dengan cara belajar siswa aktif dan menyenangkan akan dapat meningkatkan kesungguhan belajar yang tinggi, maka seyogyanya menggunakan metode yang tepat.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penerapan pembelajaran yang menggunakan metode bermain peran agar dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa dengan keadaan dan kondisi yang sama, maka beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain: (1) pendidik disarankan untuk mencoba menerapkan cara belajar yang serupa untuk meningkatkan partisipasi siswa secara aktif dalam pembelajaran, (2) penerapan pembelajaran penggunaan metode bermain peran disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa, maka media seperti ini dapat diterapkan pada mata pelajaran dan pada kompetensi yang lain, (3) kondisi pembelajaran dengan cara belajar siswa aktif dan menyenangkan akan dapat meningkatkan kesungguhan belajar yang tinggi, maka seyogyanya menggunakan metode yang tepat.
Daftar Pustaka
Arikunto; Sukardjono; Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Charin, Arthur. 1993. Theaching Science Through Discovery. New York: Mcmilan Publishing Company.
Dahar. 1996. Konstruktivisme dalam Pendidikan Bahasa Indonesia. Makalah dalam forum komunikasi integrasi vertikal pendidikan sains di cisarua bogor.
Depdiknas. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta: Depdiknas.
Oemar Hamalik. 2004. Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bhakti.
Helen. 2003. Belajar Aktif dan Terpadu. Surabaya: Duta Graha Pustaka.
Hernawan. 2007. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kemmis & Mc. Taggart. 1994. The Action Research Planner. Geelong: Deaken University Press.
Mc Niff. 1991. Action Research: Principle an Practice. London: Macmilan.
Mikarsa. Pendidikan Anak SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Purwadarminta. 2000. KBBI. Jakarta: Balai Pustaka.
Ristasa. 2009. Perspektif Pendidikan Bahasa Indonesia. Hand Out Pembimbingan TAP di UPBJJ Purwokerto.
______. 2010. Pedoman Penyusunan Laporan Penelitian Tindakan Kelas. Purwokerto: UPBJJ UT
Sumantri Sayodih. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: UT
Trihartanto. 2007. Media Pembelajaran Bahasa Indonesia. Makalah dalam Work Shop Pengembangan Model Pembelajaran Mapel Bahasa Indonesia di LPMP Semarang.
Wardhani; Wihardit. 2006. PTK. Jakarta: UT.
Winataputra. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: UT.
Charin, Arthur. 1993. Theaching Science Through Discovery. New York: Mcmilan Publishing Company.
Dahar. 1996. Konstruktivisme dalam Pendidikan Bahasa Indonesia. Makalah dalam forum komunikasi integrasi vertikal pendidikan sains di cisarua bogor.
Depdiknas. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta: Depdiknas.
Oemar Hamalik. 2004. Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bhakti.
Helen. 2003. Belajar Aktif dan Terpadu. Surabaya: Duta Graha Pustaka.
Hernawan. 2007. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kemmis & Mc. Taggart. 1994. The Action Research Planner. Geelong: Deaken University Press.
Mc Niff. 1991. Action Research: Principle an Practice. London: Macmilan.
Mikarsa. Pendidikan Anak SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Purwadarminta. 2000. KBBI. Jakarta: Balai Pustaka.
Ristasa. 2009. Perspektif Pendidikan Bahasa Indonesia. Hand Out Pembimbingan TAP di UPBJJ Purwokerto.
______. 2010. Pedoman Penyusunan Laporan Penelitian Tindakan Kelas. Purwokerto: UPBJJ UT
Sumantri Sayodih. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: UT
Trihartanto. 2007. Media Pembelajaran Bahasa Indonesia. Makalah dalam Work Shop Pengembangan Model Pembelajaran Mapel Bahasa Indonesia di LPMP Semarang.
Wardhani; Wihardit. 2006. PTK. Jakarta: UT.
Winataputra. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: UT.
No comments:
Post a Comment