Saturday, April 10, 2010

Model Pembelajaran "Cooperative Learning" di Kelas

Oleh WAWAN RIDWANSYAH, S.H.

Perlu ada perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogianyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa.

PADA abad 21 ini, kita perlu menelaah kembali praktik-praktik pembelajaran di sekolah-sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang erat oleh sekolah-sekolah.

Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat yang menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan.

Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak selalu harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa lainnya.

Dalam dunia pendidikan ada tiga pilihan model pembelajaran yaitu, kompetisi, individual dan cooperative learning. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.

Di antara beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran cooperative learning perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah antara lain, seiring dengan proses globalisasi, juga transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah dan lembaga pendidikan lainnya untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.

Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup, tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah.

Ironisnya, model pembelajaran cooperative learning belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran akan terjadi kekacauan di kelas, dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok. Selain itu banyak orang mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan kerja sama atau belajar dalam kelompok. Banyak siswa juga tidak senang disuruh bekerja sama dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompok mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam suatu kelompok dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun juga merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang saja pada hasil jerih payah mereka.

Sebenarnya, pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok jika pengajar benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran cooperative learning. Di antara sebagian pengajar hanya membagi siswa dalam kelompok lalu memberi tugas untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai pembagian tugas. Akibatnya, siswa merasa ditinggal sendiri dan karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut, akhirnya kekacauan dan kegaduhanlah yang terjadi.

Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Pelaksanaan prosedur model cooperative learnig dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Roger dan David Johnson mengatakan, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antaranggota, dan evaluasi proses kelompok.***

Penulis, guru SMAN 1 Cilimus Kabupaten Kuningan.
sumber : http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=49702

No comments:

Post a Comment