Wednesday, March 3, 2010

Riset AlQuran

Al Qur’an dan Sains

Ditulis oleh agorsiloku di/pada November 24, 2006

Sewaktu Maurice Bucaille berkisah/membahas laporan ilmu pengetahuan dan Al Qur’an, ada kegembiraan ummat bahwa Al Qur’an berkesesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Menarik memang. Dan sejumlah kekhawatiran juga ada. Ilmu pengetahuan itu dinamis dan berkembang, satu teori menggugurkan teori lainnya sedangkan Kitab Suci duduk manis pada satu level tertentu (level puncak).

Buat saya yang main mutlak-mutlakan, Al Qur’an itu 100% wahyu dan tanpa cacat atau cela sedikitpun. Asumsi sederhana saja. Misalnya, ada 1000 level (hijab dari Al Qur’an) untuk suatu pemahaman yang sempurna. Lalu ilmu pengetahuan dan logika manusia berada pada level ke 100 atau ke 500, maka ..ngkali… kesesuaian di level 500 untuk ilmu pengetahuan adalah cerminan juga kebenaran Al Qur’an.

Bagaimana kalau Al Qur’annya yang keliru (baca tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan atau teori yang dianggap sama dengan Al Qur’an itu kemudian direvisi dan digantikan dengan teori baru?). Sederhana saja, “ilmu dan pengetahuannya yang keliru” atau kita saja yang belum sampai pada pemahaman yang disampaikan Al Qur’an.

Pokoke, Al Qur’an 100% absolut benar. Artinya ilmu pengetahuan itu yang belum sampai (atau belum benar). Namanya juga yang relatif kok. Bisa saja hari ini jadi acuan benar, dan sesuai dengan al Quran (dianggap sesuai). Di lain hari diralat. Jelas, bukan al Qur’annya yang diralat. Kita aja yang mengerti perlu memperbaiki maknanya atau menelaah kembali kemampuan kita untuk memikirkan..

Kalau Hadits?

Jujurlah, saya kalau itu mendukung Al Qur’an, memperluas wawasan/pemahaman. Maka saya percaya. Kalau bertolak belakang/berbeda, ya apa boleh buat, saya anggap saja perawinya keliru (atau sayalah yang keliru). Sumbernya harus lebih banyak lagi memang.

Kalau Mazhab?

Wah, ini saya bingung lagi. kalau berbeda dan lain sebagainya atau tidak match dengan yang saya pikirkan, maka saya lupakan saja. Ambil saja yang enaknya, tapi saya lebih suka yang sesuai dengan main masternya. Namun, tentu sangat jelas dipahami, yang disebut 4 mazhab besar itu adalah orang-orang saleh yang patut dipahami, dicontoh, diteladani dan pemahaman yang sangat mendalam terhadap isi kehidupan. (Semoga saya tidak termasuk yang menuhankan akal)

Kalau dari para ulama?, fatwa gitu atau yang difatwakan.

Wah, ini sih sama juga, kalau cocok dengan pemahaman ya saya coba ikuti. Kalau beda, ya forgot it.

Kalau dari saintis?

Apalagi.

Kalau dari blog?.

apalagi, ini kan hanya ijtihad saja. Syukur kalau menambah wawasan.

Apa ukuran wawasannya?

Menambah mutu ahlaklah…

Bilangan 19 dan Matematika Al Qur’an.

Wah ini assoy benar. Ini adalah bukti kebenaran Al Qur’an.?

Ya untuk satu sisi, kita bisa belajar lagi bahwa ternyata (baca terbuka hijabnya) ada sesuatu yang disampaikan begitu mendalam oleh Al Qur’an dan selama ini kita tidak kenali. Boleh jadi akan banyak tafsir dan pengertian yang selama ini tampaknya kuat dan shahih, namun sesungguhnya lemah dan butut.

Cukup sampai di situ?.

Ya, engga juga. Perlu juga dielaborasi lebih mendalam, pengetahuan apa yang disarikan dari struktur ayat, struktur surat, jumlah kata, jumlah huruf, atau sejumlah pengertian dari Al Qur’an itu.

Seperti misalnya ketika al Qur’an menjelaskan tentang Fe, ada pula tentang satu unsur di alam ini yang tidak ada (dan tidak nampil juga di alam semesta). Al Qur’an tentang setiap bagiannya sesungguhnya saya kira sangat rinci. Kita saja yang memahaminya dalam konteks yang betul-betul hanya di permukaan saja.

Lalu, apakah gunanya segala pengetahuan sains dan matematika itu bagi fundamentalis agama?.

Yah, kalau berhenti sampai di pernyataan :”Inilah bukti kebenaran Al Qur’an” rasanya belum cukup. Kita masih harus mengelaborasi dan mengeksploitasi apa yang dititipkah Allah kepada kita untuk mengembangkan sains dalam perpektif Qur’an. Bukankah sains juga pada awalnya tidak hitam putih, tapi menganut positivisme dan oleh sebagian orang dijadikan alat untuk “membunuh Tuhan”.

Oom Einstein yang bilang “agama tanpa ilmu adalah buta” dan “ilmu tanpa agama adalah pincang”, seenggaknya menjadi idiom yang cocok untuk itu. Kali Eistein tidak perlu repot-repot meralat teori relativitasnya, seandainya dia baca ayat Al Qur’an tentang hal ini. Juga Oom Stephen Hawking.

Kadang, saya juga ada rasa nyeseli sama ummat Islam ini, dimana saya menjadi bagian kultural dan keberimanan di dalamnya. Kok, begitu senang sama takhyul. Kok kalau mengajarkan tentang budi pekerti begitu idealnya sehingga saking idealnya ditempatkanlah di awan. Maksudnya tidak membumi, tidak praktis, sempit dan tergulung keangkuhan kelompok.

“Misal :? “

“Nggak ah, nanti dituduh main mengkafirkan atau menjelekkan saudara sendiri”.

Tapi, saya memang mendapat kesan untuk kurang mantap untuk hal-hal ini.

Posisi Sains dan Al Qur’an.

Kalau menurut saya, masih banyak lagi yang harus digali. Ummat Islam jangan merasa cukup berbangga dengan kelebihan Al Qur’an sebagai produk matematis yang dipesankan oleh Sang MahaPencipta. Gali lebih dalam lagi. Mungkin yang terpahami di alam logika ini baru seperseratusnya.

Suatu kali, boleh jadi pula. Anutan tafsir akan muncul di masa depan dengan judul. Tafsir matematis dan sains untuk Al Qur’an atau matematika sosial dalam dimensi Al Qur’an. Atau apalah. Segala sesuatu dalam ukurannya, boleh jadi fungsi-fungsi dan definisi pemahaman sosial juga dirincikan oleh Al Qur’an secara matematis pula.

Kan sayang juga, pesan Sang Khalik yang agung itu dibungkus belum muncul sebagai rahmatil ‘alamin karena kita sudah tertinggal jauh dalam olah pikir dibanding bangsa-bangsa lain yang bahkan “mengkarpetkan” agama dalam kehidupannya.

Dan apapun juga yang menjadi tolok ukurnya, tetap saja satu. Di jalan lurus, di mutu peningkatan ahlak. Ahlak pribadi dan ahlak sebagai mahluk yang diciptakan, serta interaksi antar mahluk-mahluk berakal.

Rahsyid Khalifa, mulai Tahun 1970 memunculkan hal-hal yang berkenaan dengan bahasa matematika Allah kepada manusia. Sayangnya, beliau sepertinya terjebak juga dengan pemahaman yang digalinya.

Tentu masih ada pula proporsi lain yang tentu layak juga jadi bahan masukan. Misal tentang Proporsi Agung yang juga tidak kalah menariknya.

No comments:

Post a Comment