Monday, August 6, 2007

Sabtu, 04 Agustus 2007

Nichepreneur

Mereka memilih pasar yang belum dilirik orang. Kecil, tapi besar untungnya.


Mereka bukan pebisnis biasa. Mereka nichepreneur. Dari kelincahan memainkan jari-jari tangan, Septi Peni Wulandani (33 tahun) sukses menggangsir duit Rp 20 juta hingga 25 juta saban bulannya. Bermodalkan perangkat handy-cam, Vivit A Arifin (31 tahun) mengantongi lebih dari Rp 80 jutaan setiap bulannya.



Diambang kehancuran bisnis wartel, Haryono Ginoto pun mengubah gerai wartelnya menjadi business center dan kemudian mewaralabakannya lewat merk dagang multiplus business center. Dan, ini dia: Hendy Septiono (24 tahun). Menjual makanan khas Timur Tengah sejak 2003, pria yang drop-out dari bangku kuliah itu sukses membiakkan duit hingga Rp 1,5 miliar hingga Rp 2 miliar saban bulan!

Nichepreneur. Disebut begitu sebab topik bisnis yang digarap oleh para wirausaha (entrepreneur) ini berada pada lahan ceruk (niche): Sempit, spesifik, atau unik. Nichepreuner adalah pengusaha dengan pasar yang khusus atau sempit. Dari lahan yang sempit inilah mereka justru mendulang duit bergepok-gepok saban akhir bulan serta meraih popularitas.

Buku Niche and Grow Rich (Jennifer Basye Sander) boleh jadi merupakan 'kitab' bagi para wirausaha ceruk di seluruh dunia. Tetapi, Septi, Vivit, Haryono, atau Hendy boleh jadi tak pernah membaca buku itu sebelumnya. Sebab, dalam dunia nichepreneur, berlaku hukum bisnis sederhana: yang unik-unik bukannya tak mungkin punya pangsa pasar besar.

Menjadi seorang nichepreuner dilakoni pula Lisa S Wewengkang, pendiri salon 'd-katz'. Ada ratusan, bahkan ribuan, salon di Jakarta tetapi Lisa lebih suka mendirikan salon khusus balita dan anak-anak. Jumlah salon model begini bisa dihitung dengan jari ketika Lisa mendirikannya tahun 2000. Padahal, pangsa pasarnya amatlah besar: Anak-anak usia 3-12 tahun di Jakarta.

Salon anak-anak memang terdengar tak sefamiliar salon orang dewasa. Tapi, boleh jadi, kata Lisa, ini lantaran tak seorang pun yang melihat salon anak-anak sebagai peluang bisnis. Simaklah yang terjadi di 'd-katz' saat ini. Saban harinya 100-an anak menyambangi salon yang berlokasi di Jl Kemang Raya, Jakarta Selatan, itu. Jumlahnya meningkat menjadi 150-an anak pada akhir pekan. Salon 'd-katz' memiliki 200-an pelanggan setia. ''Ada yang datang jauh-jauh dari Bekasi malah,'' tutur Lisa.

Kemunculan 'd-katz' --dan salon anak lainnya-- pada akhirnya menciptakan kebutuhan baru bagi anak-anak. Sekaligus menciptakan gaya hidup baru. Yang membikin Lisa optimistis bahwa bisnis salon anak-anak bakal terus berkibar adalah pangsa pasarnya yang terus tersedia. ''Bukankah anak-anak nggak bakal habis?'' kata dia sembari tertawa kecil.

Malah, dalam tempo lima tahun, pelanggan setia salon 'd-katz' bertambah 1,5 kali hingga 2 kali lipat. Maklum, ''Sang ibu kan melahirkan anak kedua atau ketiga. Lantas, balita-balitanya itu mereka bawa juga ke sini,'' tutur Lisa. Dalam waktu dua tahun, bisnis Lisa sudah break even point.

Pulang dari Qatar pada Mei 2003, Hendy Septiono terinspirasi untuk berjualan kebab. Kebab adalah makanan khas Timur Tengah yang terbuat dari daging sapi panggang, diracik sayuran segar, dibumbui mayonaise, lantas digulung tortila. Hendy berpikir, kebab bisa menjadi makanan fast-food serupa burger, bahkan menyaingi burger-burger ala Barat lainnya. ''Ini memang burger khas Timteng,'' kata Hendy.

Hendy yakin pangsa pasar kebab terbilang besar. Mereka adalah para penggemar burger (Barat) --yang jumlahnya jutaan di negeri ini-- dan penasaran menjajal burger Timteng. Apalagi, ''Orang Indonesia doyan menjajal sesuatu yang baru,'' kata dia.

Analisis Hendy tak keliru. Dalam tempo 3,5 tahun, kerajaan bisnis waralaba Kebab Baba Rafi milik Hendy langsung menggurita. Jumlah gerai Baba Rafi kini mencapai angka 150 di 35 kota. Rahasia bisnis Hendy mudah ditebak: Ia menjual sesuatu yang unik. ''Sesuatu yang pada mulanya tak terpikir orang,'' papar dia.

Kejelian Hendy menangkap peluang usaha membuatnya didapuk segepok penghargaan, salah satunya Asia's Best Entrepreneur Under 25 oleh majalah Business Week International, pada 2006. Kejeniusan bisnis inilah yang membuat Hendy diliput stasiun televisi BBC dan Channel News Asia. Dari publisitas itu nama Hendy melambung di dunia internasional. Tawaran membuka gerai mengalir dari mana-mana: Bahkan dari negeri seperti Malta, Trinidad Tobago, atau Kamboja. Dalam waktu dekat, Hendy bakal membuka gerai Kebab Baba Rafi di Malaysia atau Thailand.

Septi Peni Wulandari punya kerajaan bisnis yang tak kalah unik: Kursus jarimatika. Jarimatika adalah istilah baru --Septi telah mematenkannya ke Departemen Kehakiman pada 2005. Warga Salatiga, Jateng, ini menemukan konsep jarimatika empat tahun lalu. Jarimatika adalah cara baru menghitung dengan sepuluh jari untuk anak-anak yang, dalam kadar tertentu, dapat menggantikan kalkulator. Istilah jarimatika adalah gabungan kata jari dan aritmatika.

Peminat jarimetika melimpah ruah. Saat tahun ajaran baru, ''Jumlahnya bisa sontak meningkat,'' kata sarjana kesehatan masyarakat Universitas Diponegoro itu. Mulanya Septi menerbitkan buku Teknik Berhitung Mudah dan Menyenangkan dengan Jari-jari Tangan. Tak diduga, buku ini laku keras hingga lebih 30 ribu eksemplar dan diburu banyak ibu-ibu. Ibu-ibu ini butuh mengajari anak-anak mereka jalan pintas ber-matematika yang fun. Maka, sejak 2006, Septi pun membuka kursus jarimetika di seantero negeri dengan sistem waralaba.

Saat ini Septi memiliki 170 gerai kursus jarimatika di lima pulau besar di Indonesia, termasuk Papua dan daerah Sanggau, Kalbar, di perbatasan Malaysia utara. Total jenderal, ada sekitar 5.000 ibu-ibu yang terlibat bisnis waralaba jaritmatika. Ibu-ibu ini, terang Septi, sebelumnya diharuskan ikut pelatihan jarimatika dan ujian pengajar. Jika lulus ujian, mereka memperoleh sertifikat dan barulah diperbolehkan terjun di bisnis warlaba ini: Mengajar jarimatika pada anak-anak. Setiap kelas jarimatika dipatok maksimal 10 orang murid.

Septi menyebut bisnis jarimatika ini sebagai green product alias, ''Enggak ada matinya,'' tutur dia. Wajar, pangsa pasar jarimatika --anak-anak usia 3-12 tahun-- akan terus terbarukan. imy
( )


No comments:

Post a Comment