Monday, April 11, 2011

Bahasa

Duluuuuuu sekali sebelum aya lahir, bahkan sebelum dia diproses (hehehe), saya sudah bertekad untuk mengajarkan bahasa Indonesia sejak dini, bahkan menjadikannya bahasa percakapan sehari-hari. Alasannya simpel, agar anak saya kelak lebih mudah mengerti dan paham jika membaca buku yg sebagian besar (bahkan semua) berbahasa Indonesia. Tekad itu semakin bulat setelah saya diprovokasi oleh oknum yg (menurut saya) kurang bertanggung jawab, ya bahasa Indonesia (seolah-olah) adalah jembatan untuk membuat anak lebih pintar.

Nyatanya, setelah aya lahir, dan saya berproses untuk menjaga dan membimbingnya tumbuh besar, semua tekad saya luruh. Tiba-tiba saya jatuh cinta dengan anak-anak tetangga (ketika tinggal di Pesawahan) yang begitu santun dan manis ketika berbicara dengan bahasa Jawa krama. Terdengar lebih indah dan sangat santun. Kebetulan yang momong aya lebih suka berbahasa Jawa, jadilah sejak kecil bahasa Jawa lah yang lebih sering dipakai oleh Aya. Selain itu, saya miriiis sekali dengan anak-anak jaman sekarang, dari anak-anak SD sampai ABG-ABG SMA jarang sekali yang mengerti dan menggunakan bahasa Jawa krama, minimal krama alus (nek krama inggil, saya pribadi juga kurang menguasai :D). Beberapa kali bahkan terbilang sering saya menemukan seorang anak berbicara dengan orang tua (bahkan guru) dengan bahasa Jawa ngoko. Menurut telinga saya yang mendengar, itu sudah termasuk tidak sopan.

Benarlah apa yang dikatakan (almarhumah) mama (my mother in law), "nanti anak akan bisa bahasa Indonesia sendiri ketika dia memasuki bangku sekolah." Sekarang Aya juga (sedikit) menguasai bahasa Indonesia. Dari film yang dia tonton, buku yg dibacakan, ditambah lingkungan Mentari Hati (TPA dan playgroup) yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan. Hasilnya, tanpa saya biasakan dia sudah bisa dan mengerti bahasa Indonesia. Anak kecil itu seperti spons, gampang sekali menyerap sesuatu yg baru. Jadi, ketika di sekolah dia akan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, tapi jika sudah di rumah, bahasa Jawa lah yg digunakan (gado-gado ding, campuran Jawa Indonesia, tapi lebih seringnya saya tanggapi dg bahasa Jawa saja).

Saya pikir, jika saya dulu ngotot membiasakan aya dg bahasa Indonesia, mungkin dia tidak akan bisa atau malah tidak tahu bahasa suku-nya sendiri. Walaupun dia pasti tau ketika mulai bergaul dg teman-temannya, tapi saya yakin, Jawa krama sangat jarang digunakan oleh anak-anak ketika bermain. Alhasil dia hanya akan tau bahasa Jawa ngoko. Pernah suatu hari ketika aya sedang berbicara dg bahasa Jawa, menyebutkan kata tigan, sepupunya yang sudah kelas 2 SD bertanya, "Tigan sih apa?" Dan kejadian seperti itu sering sekali saya temui, anak Jawa tapi ga ngerti bahasa Jawa.

Sejujurnya, saya sendiri miniiiiiiim sekali kosakata Jawa krama. Pun dengan suami. Tulisan ini bukan bermaksud untuk menyudutkan dan menyalahkan para orang tua yang mengajarkan bahasa Indonesia kepada anak-anaknya. Sama sekali tidak seperti itu. Hanya saja, bukankah sebaiknya anak-anak kita juga diwariskan bahasa budaya yang memiliki keindahan dan tata krama? Jangan sampai bahasa Jawa hilang karena semakin sedikit orang yang menggunakannya.

*Penting untuk diketahui bahwa salah satu nilai terendah saya di buku raport dulu adalah mata pelajaran Bahasa Jawa :P

anggalinafajarismianti
07:59 pm

No comments:

Post a Comment